Kamis, 08 Oktober 2009

Cultural Anthropology

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penulisan Makalah

Antropologi budaya adalah salah satu mata kuliah yang menarik karena di dalamnya membahas tentang bagaimana kebudayaan manusia itu terbentuk dan berkembang ditilik dari 7 aspek Cultural Universal. Dengan mempelajari budaya ini kita dapat mengetahui pendekatan yang berbeda dalam mengahadapi manusia dengan latar belakang budaya yang berbeda.

1.2 Perumusan Masalah

Bagaimana penerapan unsur – unsur budaya sebagai kebudayaan universal dalam kebudayaan Bali?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah

Untuk mengetahui dan menganalisis unsur kesenian di kebudayaan Bali dilihat dari 7 aspek sebagai berikut :

1.3.1 Bahasa

1.3.2 Sistem Teknologi dan Alat Produksi

1.3.3 Sistem Mata Pencaharian

1.3.4 Organisasi Sosial

1.3.5 Sistem Pengetahuan

1.3.6 Sistem Religi

1.3.7 Kesenian

BAB 2

KERANGKA TEORITIS

2.1 DEFINISI ANTROPOLOGI

2.1.1 Definisi Etimologis

Antropologi terdiri dari kata “Anthropos” yang berarti manusia dan “logos” yang berarti ilmu. Meskipun demikian, antropologi tidak dapat diartikan secara langsung menjadi ilmu tentang manusia. Hal ini dikarenakan banyak cabang ilmu lain yang menelaah tentang berbagai aspek kegiatan manusia misalnya seperti ilmu sosiologi, psikologi, ekonomi dan berbagai cabang ilmu lain.

2.1.2 Definisi Konseptual

2.1.2.1 Definisi Menurut Haviland

Pada tahun 1985 Haviland mengatakan bahwa antropologi, studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, dan untuk memperoleh keanekaragaman manusia.

2.1.2.2 Definisi Menurut Ariyono Suyono

Di dalam kamus yang Ia susun, Ariyono Suyono mendefinisikan antropologi sebagai suatu ilmu yang berusaha mencapai pengertian tentang makhluk manusia dengan mempelajari aneka bentuk fisik, kepribadian, masyarakat serta kebudayaannya.

2.1.2.3 Definisi Menurut Koentjaraningrat

Ilmu Antropologi sekarang dalam arti seluas – luasnya, mempelajari makhluk Anthropos atau manusia. Banyak ilmu lain yang mempelajari manusia itu. Masing – masing dari sudut pandangnya sendiri – sendiri. Ilmu antropologi memperhatikan lima masalah mengenai makhluk manusia itu. Kelima masalah itu adalah :

a. Masalah sejarah terjadinya perkembangan manusia sebagai makhluk biologis.

b. Sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia, dipandang dari sudut ciri – ciri tubuhnya

c. Masalah persebaran dan terjadinya aneka warna warna bahasa yang diucapkan di seluruh dunia

d. Masalah perkembangan, persebaran, dan terjadinya aneka warna daro kebudayaan manusia di seluruh dunia.

e. Msalah dasar- dasar dan anek warna dari kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakt dan suku – suku bangsa yang tersebar di seluruh bumi sekarang ini

2.1.2.4 Definisi Menurut David Hunter

Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia.

2.1.2.5 Definisi Menurut Ralfh L Beals dan Harry Hoijen

Pada tahun 1954 Ralfh dan Harry mendefinisikan antropologi sebagai ilmu yang mempelajarai manusia dan semua apa yang dikerjakannya.

2.1.3 Definisi Operasional

Antropologi adalah ilmu yang berusaha mencapai pengertian tentang makhluk manusia dengan mempelajari aneka bentuk fisik, kepribadian, perilaku, masyarakat serta kebudayaannya untuk memperoleh keanekaragaman manusia.

2.1.4 Instrumen Variabel Antropologi

Variabel

Dimensi

Indikator

Ilmu

Alam

Pasti

Sosial

A

Hitung

ukur

N

Bahasa

Falak

T

Makhluk

Manusia

R

Hewan

Tumbuhan

Gaib

O

Masyarakat

Primitif

P

Modern

Nomaden

O

Kebudayaan

Bali

L

Jawa

Tionghoa

O

Padang

Norma

G

Nilai

Peraturan

I

Hasil Karya Manusia

2.2 Definisi Kebudayaan

2.2.1 Definisi Etimologis

Istilah “Kebudayaan” Dan “Culture”. Kata “kebudayaan” berasal dari kata Sanskerta buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “kekal”.

Kata asing culture yang berasal dari kata Latin colere (yaitu “mengolah”, “mengerjakan”, dan terutama berhubungan dengan pengolahan tanah atau bertani), memiliki makna yang sama dengan “kebudayaan”, yang kemudian berkembang menjadi “segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam”.

2.2.2 Definisi Konseptual

2.2.2.1 Definisi Menurut Ki Hajar Dewantara

Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara berarti buah budi manusia, adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.

2.2.2.2 Definisi Menurut Sutan Takdir Alisyahbana

Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan bahwa kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir sehingga menurutnya pola kebudayaan itu sangat luas. Sebab, semua laku dan perbuatan tercakup di dalamnya dan dapat diungkapkan pada basis dan cara berpikir termasuk di dalamnya perasaan karena perasaan juga merupakan maksud dari pikiran.

2.2.2.3 Definisi Menurut Malinowski

Malinowski menyebutkan, bahwa kebudayaan pada prinsipnya berdasarkan atas berbagai sistem kebutuhan manusia. Tiap tingkat kebutuhan itu menghadirkan corak budaya yang khas. Misalnya, guna memenuhi kebutuhan manusia akan keselamatannya, maka timbul kebudayaan yang berupa perlindungan, yakni seperangkat budaya dalam bentuk tertentu, seperti lembaga kemasyarakatan.

2.2.2.4 Definisi Menurut A. van Peursen

C.A. van Peursen mengatakan bahwa dewasa ini kebudayaan diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan kehidupan setiap kelompok orang dapat berlainan dengan hewan. Maka, manusia tidak dapat hidup begitu saja di tengah alam. Oleh karena itu, untuk dapat hidup, manusia harus mengubah segala sesuatu yang telah disediakan oleh alam. Misalnya, beras agar dapat dimakan harus diubah dulu menjadi nasi.

Terwujudnya suatu kebudayaan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yaitu hal-hal yang menggerakkan manusia untuk menghasilkan kebudayaan sehingga dalam hal ini kebudayaan merupakan produk kekuatan jiwa manusia sebagai makhluk Tuhan yang tertinggi. Oleh karena itu, walaupun manusia memiliki tubuh yang lemah bila dibandingkan dengan binatang seperti gajah, harimau, dan kerbau, tetapi dengan akalnya manusia mampu untuk menciptakan alat (sebagai homofaber) sehingga akhirnya dapat menjadi penguasa dunia. Dengan kualitas badannya, manusia mampu menempatkan dirinya di seluruh dunia. Tidak seperti binatang, yang hanya dapat menempatkan diri di dalam lingkungannya. Oleh karena itu, manusia dikatakan sebagai insan budaya.

2.2.2.5 Definisi Menurut Koentjaraningrat

Menurut Koentjaraningrat kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar

2.2.3 Definisi Operasional

Kebudayaan adalah seluruh sistem, rasa, gagasan dan tindakan yang dimiliki oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kebudayaan, manusia berpikir dan bertindak guna mengatasi berbagai rintangan yang ada dalam hidup bermasyarakat.

2.2.4 Instrumen Variabel Kebudayaan

Variabel

Dimensi

Indikator

K

Sistem

struktur

organisasi

E

Hidup bermasyarakat

bersosialisasi

B

Kebutuhan

Sandang

U

Pangan

Papan

D

Hidup

Bernafas

A

Bergerak

Bertumbuh

Y

Berkembang Biak

A

Bertindak

Tegas

A

N

Berpikir

Positif

Negatif

2.3 DEFINISI MASYARAKAT

2.3.1 Definisi Etimologis

Masyarakat berasal dari kata dalam bahasa Arab, “musyarak”. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas -entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.

2.3.2 Definisi Konseptual

2.3.2.1 Definisi Menurut Selo Sumardjan

Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.

2.3.2.2 Definisi Menurut Karl Marx

Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok -kelompok yang terbagi secara ekonomi.

2.3.2.3 Definisi Menurut Emile Durkheim

Masyarakat merupakan suau kenyataan objektif pribadi - pribadi yang merupakan anggotanya.

2.3.2.4 Definisi menurut Paul B. Horton & C. Hunt

Masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulan manusia tersebut.

2.3.2.5 Definisi Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani

Sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan.

2.3.3 Definisi Operasional

Masyarakat adalah sekelompok orang atau kumpulan komunitas manusia yang menempati satu wilayah tertentu dengan merasa adanya keterikatan satu sama lain, juga adanya interaksi yang disesuaikan dengan adat istiadat wilayah tersebut yang sifatnya berkesinambungan; serta merupakan kesatuan hidup bersama yang memiliki kebiasaan tertentu, norma, hukum, serta aturan yang mengatur semua pola tingkah laku warga yang harus dipatuhi oleh seluruh anggotanya; tentunya membutuhkan keamanan dan kesejahteraan secara bersama.

2.3.4 Instrumen Variabel Masyarakat

Variabel

Dimensi

Indikator

Manusia

Akal Budi

Jasmani

Rohani

M

Wilayah

Udara

Darat

A

Laut

S

Interaksi

Sosial

Budaya

Y

Hidup

Dunia

A

Akherat

R

Norma

UUD

Pancasila

A

Hukum

Adat

K

Negara

A

Aturan

Tertulis

Tidak tertulis

T

Kesejahteraan

Individu

Kelompok

Sosial

Negara

BAB 3

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1 BAHASA

A. Penggunaan Bahasa Bali

Bahasa Bali memiliki struktur bahasa yang kompleks dengan kosa kata yang sangat banyak jumlahnya.Bahasa Bali dapat dibedakan berdasarkan status sosialnya, yaitu:

· Bahasa Bali tingkat rendah (basa ketah)

· Bahasa Bali tingkat menengah (basa madia)

· Bahasa Balu tingkat tinggi (basa singgih)

Penggunaan tingkatan Bahasa Bali tergantung pada situasi dari percakapan. Basa Madia dipergunakan ketika seseorang menegur orang lain untuk bersikap lebih sopan namun tidak ingin menunjukkan adanya perbedaan kasta. Biasanya, masyarakat Bali berkomunikasi dengan menggunakan Basa Singgih.

Bali yang masih menggunakan sistem kasta, nampak mulai memudar dalam penggunaan bahasa. Dahulu, seseorang bisa saja ditanyakan berasal dari kasta mana lalu penggunaan bahasa pun disesuaikan dengan kasta lawan bicaranya. Karena pengaruh kuat dari demokrasi di Bali, perbedaan antar kasta sekarang ini sudah mulai hilang dan melebur. Bahkan dampak dari demokrasi di Bali ini adalah keinginan untuk menggabungkan Bahasa Bali menjadi satu jenis saja, yaitu Basa Madia.

Bahasa Bali merupakan salah satu variasi dari kelompok Bahasa Austronesian. Penggunaan Bahasa Bali sendiri hanya dapat ditemukan di Bali dan penyebarannya hanya sedikit sekali di luar Bali. Bahasa Bali pun biasanya hanya digunakan di dalam rumah masyarakat Bali saat seorang anak masih kecil. Setelah anak tersebut bersekolah, ia akan mendapatkan pengajaran Bahasa Indonesia dan Bahasa Bali pun hanya merupakan bahasa kedua mereka.

Bahasa Bali dapat ditemukan penggunaannya selain di masyarakat Bali yaitu di buku-buku yang kebanyakan membahas masalah religiusitas. Selain itu, Bahasa Bali juga menjadi salah satu subjek di sekolah dasar Bali. Penulisan bahasa ini juga menggunakan alphabet Roma yang dikenal dengan Tulisan Bali.

Penggunaan Bahasa Bali tingkat tinggi diperlukan untuk situasi-situasi tertentu seperti saat berbicara dengan orang asing, kasta yang lebih tinggi, atau pendeta. Beberapa dokumen pun harus dituliskan dalam Bahasa Bali dengan mengutamakan formalitas.

Contoh penggunaan Bahasa Bali:

1. SUDRA ke KSATRIYA: "Ambilang Ida lanjaran." = tolong ambilkan rokok itu untuk pendeta. Kasta Sudra menggunakan Bahasa Bali tingkat menengah untuk berbicara ke kasta Ksatriya.

2. SUDRA ke Pedanda (Pendeta): "Titiang jagi ngaturan lanjaran puniki ring Ida." = Saya akan mengambilkan rokok itu untuk anda. Sudra menggunakan Bahasa Bali tingkat tinggi karena ia berbicara dengan pendeta yang oleh masyarakat Bali dianggap memiliki kasta yang tertinggi.

3. KSATRIYA ke SUDRA: "Aturin Ida lanjaran puniki." = Berikan rokok ini ke pendeta. Meskipun Ksatriya berbicara ke Sudra, ia tetap menggunakan Bahasa Bali tingkat menengah karena dalam percakapannya, pendeta menjadi objek pembicaraan.

4. KSATRIYA ke SUDRA: "Jemakang beli rokone ento." = Belikan saya rokok itu. Ksatriya menggunakan Bahasa Bali tingkat rendah ke Sudra karena ia berbicara untuk kepentingan dirinya sendiri.

A. Sejarah Bahasa Bali

Bahasa Bali pada awalnya merupakan bahasa murni yang diciptakan masyarakat Bali, namun Bahasa Bali sekarang ini lahir dari percampuran beragam bahasa dari bangsa-bangsa yang pernah menjajah Indonesia. Bahasa Bali sekarang ini merupakan campuran dari Bahasa Sanskerta, Mandarin, Parsi dan Tamil. Beberapa kata seperti sekolah, dokter dan buku berasal dari Bahasa Belanda. Kemeja, bola dan jendela dari Bahasa Portugis dan stop, botol dan tiket dari Bahasa Inggris.

B. Kekurangan dalam Bahasa Bali

Meskipun kaya akan kosa kata, terdapat beberapa hal yang tidak memiliki kosa kata dalam Bahasa Bali. Salah satunya yang cukup krusial dalam Bahasa Bali adalah kata ‘seni’ yang oleh masyarakat Bali tetap disebut ‘seni’ (berasal dari Bahasa Indonesia). Padahal, kesenian merupakan salah satu keunikan dari masyarakat Bali. Kekurangan lain adalah tidak adanya Bahasa Bali untuk tukang, dimana masyarakat Bali tetap menggunakan kata tukang yang berasal dari Bahasa Indonesia.

C. Pramada

Dalam penggunaan bahasa, masyarakat Bali mengenal istilah Pramada. Konsep Pramada adalah seseorang tidak diperbolehkan menggunakan bahasa yang membuat dirinya memiliki posisi kasta yang lebih tinggi dari posisinya yang seharusnya. Pramada juga berarti tidak diperbolehkan untuk bertanya hal-hal yang mempertanyakan religiusitas masyarakat Bali.

Pramada juga mengajarkan agar seseorang tidak memanggil nama orang lain yang memiliki status yang lebih tinggi.

Konsep Pramada telah ada dalam masyarakat Bali sejak lama dan hingga sekarang Pramada dalam masyarakat Bali sangat mudah ditemukan. Di rumah-rumah masyarakat Bali, tuan rumah akan meminta maaf untuk makanan yang ia sajikan untuk sang tamu, mengatakan bahwa ia adalah orang miskin dan karenanya sang tamu harus menerima dan memaafkan keadaan yang seadanya.

Konsep ini juga terlihat dalam kegiatan berdagang masyarakat Bali. Jika seseorang tidak ingin membeli sebuah barang dari orang Bali lainnya, mereka tidak boleh mengatakan tidak. Kata tidak digantikan dengan Bahasa Bali ‘benjang-benjang’.

D. Contoh Bahasa Bali

· Selamat pagi: Rahajeng Semeng

· Selamat malam: Rahajeng Wengi

· Terima kasih: Suksma

· Permisi: Sugra nggih

· Nama saya: Wastan tiang

· Jam berapa?: Jam kuda niki?

· Berapa?: Aji kuda niki?

· Selamat tinggal: Pamit nggih

E. Tulisan Bali

· Balinese consonantsKonsonan

· Konsonan dari Bahasa Jawa

Balinese Kawi consonants


· Aksara suara

Balinese independent vowels

· Diaktrik Bali

Balinese vowel diacrtics


· Penomoran

Balinse numerals


· Contoh tulisan Bali

Sample text in the Balinese alphabet

Tulisan tersebut memiliki arti:

Akeh akśarane, 47, luir ipun: akśara suara, 14, akśara wianjana, 33, akśara suara punika talĕr dados pangangge suara, tur madrĕwe suara kakalih, kawāśt,anin: suara hrĕswa miwah dīrgha

3.2 SISTEM TEKNOLOGI DAN ALAT PRODUKSI

Selama ini kebudayaan Bali dijadikan obyek untuk menunjang dunia pariwisata Bali, tetapi belum pernah ada upaya untuk menjadikan subyek dengan cara mensinergikan kebudayaan Bali dengan teknologi, sebagaimana telah dilakukan oleh negara-negara lain seperti; Jepang, India, Korea, Negara Eropa, dan negara lainya yang sudah mensinergikan kebudayaanya dengan teknologi, sehingga kebudayaan mereka mengglobal. Terkait dengan hal itu, kita banyak sekali memiliki nilai-nilai kebudayaan yang perlu mendapat sentuhan teknologi, dan perlu diingat orang Bali memiliki adegium desa kala patra yang bernapaskan agama Hindhu yang sampai saat ini menjadi acuan masyarakat Bali dalam menata kehidupanya. Oleh karena itu mensinergikan kebuadayaan Bali dengan teknologi perlu kehati-hatian dan selektif agar tidak berbenturan dengan nilai agama yang dianut dan adat istiadat setempat yang dijadikan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat.
Perkembangan teknologi yang paling berpengaruh di Bali adalah teknologi informasi dan komunikasi . misalnya telefon genggam dan internet dengan 2 teknologi tersebut masyarakat Bali menjadi masyarakat yang lebih modern dan inovativ serta dapat berkomunikasi lokal,interlokal maupun internasional. Dengan demikian kebudayaan Bali bila disenergikan dengan tenologi tidak saja menjadi obyek, akan tetapi akan menjadi subyek yang mengglobal.

SISTEM TEKNOLOGI DAN PERALATAN TERDIRI :

1. ALAT-ALAT PRODUKTIF

Pengaruh Hindu-Jawa mulai menyebar ke Bali sekitar abad ke-10 tatkala Kerajaan Medang Kemulan memperluas pengaruh hingga ke Bali. Selanjutnya pengaruh Hindu-Jawa menjadi kian berkembang pada zaman Kerajaan Singosari, dan mengalami perkembangan sangat pesat pada abad ke-14 dan ke-15, ketika Kerajaan Majapahit memperluas pengaruh ke Pulau Bali. Tradisi modern diwarnai unsur-unsur kebudayaan Barat yang mulai menyentuh kehidupan masyarakat Bali sejak kedatangan kaum kolonial dan mengalami perkembangan semakin pesat sejak zaman kemerdekaan hingga era global dewasaini.
Proses modernisasi yang terasa membawa pengaruh signifikan terhadap dinamika sistem sosio-kultural masyarakat Bali itu di antaranya adalah modernisasi dalam bidang pertanian, yakni penerapan sistem peralatan dan teknologi baru dalam sistem bercocok tanam, yang menimbulkan perubahan-perubahan cukup mendasar terhadap berbagai aspek kehidupan orang Bali. Faktor lain yang juga membawa pengaruh signifikan terhadap dinamika masyarakat dan kebudayaan Bali adalah perkembangan sektor pariwisata. Pariwisata Bali memang telah lama menjadi primadona penghasil devisa andalan, mengungguli sektor-sektor lain. Pada dasarnya pariwisata merupakan fenomena perjumpaan kebudayaan: perjumpaan antara budaya lokal, budaya wisatawan, budaya pendatang, dan budaya pariwisata itu sendiri. Konsekwensi logis bagi suatu daerah yang secara sengaja membuka diri terhadap kunjungan wisatawan adalah masuknya berbagai pengaruh kebudayaan modern terhadap sistem sosio-kultural tuan rumah. Pengaruh modernisasi terasa kian meningkat ketika perkembangan pariwisata mengarah pada pariwisata massa. Pariwisata massa menuntut adanya fasilitas-fasilitas dan layanan-layanan dengan standar internasional. Ini berarti masuknya unsur-unsur budaya modern merupakan hal yang tidak terhindarkan. Berkaitan dengan perkembangan dan pengembangan pariwisata, fenomena perubahan tidak saja terjadi sebagai konsekwensi logis respons adaptasi budaya tuan rumah terhadap tuntutan dunia pariwisata itu sendiri, tetapi juga sebagai akibat kontak lintas budaya antara tuan rumah dengan wisatawan dan kelompok pendatang pencari kerja.

Dari Energi Bernyawa ke Energi Tak Bernyawa


Proses modernisasi berimplikasi perubahan terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat Bali. Perubahan paling nyata berawal dari perubahan infrastruktur peralatan dan teknologi yang berkaitan erat dengan penggunaan energi. Teknologi tradisional yang lebih banyak menggunakan energi bernyawa atau bio-energi secara perlahan tergeser oleh teknologi modern yang digerakkan dengan energi tidak-bernyawa atau non-bio-energi.
Dalam bidang pertanian, proses modernisasi ditandai dengan mekanisasi sistem peralatan dan teknologi pertanian yang berdampak luas terhadap bentuk-bentuk solidaritas sosial masyarakat petani. Di kalangan masyarakat petani tradisional di mana sistem peralatan dan teknologi digerakkan energi bernyawa (terutama tenaga manusia), terdapat ikatan solidaritas yang dilandasi prinsip timbal-balik dan saling ketergantungan yang kuat. Bentuk-bentuk ikatan solidaritas yang paling menonjol di antaranya: gotong-royong dan tolong-menolong atau matulung dalam aktivitas-aktivitas bercocok tanam, adat, agama, maupun aktivitas-aktivitas kemasyarakatan lainnya.
Tingginya rasa saling ketergantungan antarindividu dalam masyarakat agraris tradisional membawa mereka berada dalam suasana kebersamaan dan memaksa setiap individu senantiasa menjaga hubungan harmonis. Di antara mereka terjalin relasi primer yang ditandai dengan saling kenal dan hubungan informal yang sangat akrab. Berbagai ketegangan yang dapat mengarah menjadi konflik sedapat mungkin dihindari, karena disadari akan mengganggu relasi sosial yang dapat menyulitkan mereka memperoleh bantuan tenaga untuk berbagai aktivitas kehidupan. Sikap menghindari konflik ini dijustifikasi dengan konsep koh ngomong (enggan bicara) dan pengembangan rasa malu atau lek.
Namun demikian, bukan berarti masyarakat agraris tradisional terbebas konflik, melainkan mereka cenderung mengelola konflik dalam bentuk konflik pasif atau puik yang ditandai dengan terputusnya hubungan komunikasi dan tidak saling mengusik antarkedua belah pihak. Konflik pasif relatif tidak menimbulkan guncangan terhadap tertib sosial, karena segala rasa benci dan dendam tidak diekspresikan secara nyata, melainkan tersembunyi atau laten.
Modernisasi dalam bidang pertanian menyebabkan tergantikannya fungsi peralatan dan teknologi tradisional yang mengandalkan energi manusia oleh energi fosil. Akibatnya, ikatan sosial dan rasa ketergantungan antarindividu kian melemah. Solidaritas gotong-royong dan tolong-menolong pun memudar, tergeser oleh sistem upah atau sewa. Sejalan dengan itu, rasa kebersamaan merenggang dan kepedulian sosial pun kian memudar. Sebaliknya, sifat-sifat individualisme atau mementingkan diri sendiri kian meningkat. Berbagai bentuk ketegangan dengan mudah berubah menjadi konflik aktif karena lemahnya ikatan saling ketergantungan di antara sesama mereka.

Transisi Agraris ke Industri


Setiap proses modernisasi disertai masa-masa transisi yang dapat membawa masyarakat dalam suasana anomi. Ini ditandai dengan pengabaian nilai, norma, dan aturan yang sebelumnya berlaku turun-temurun. Sementara itu, nilai, norma, dan aturan yang baru belum terinternalisasi secara mantap. Pada tahap ini kerap terjadi disorganisasi sosial atau kekacauan dalam berbagai bidang kehidupan, akibat tidak adanya konsensus mengenai nilai, norma, dan aturan sebagai acuan bertindak.
Keadaan anomi yang berlangsung relatif lama menyebabkan masyarakat tersegmentasi ke dalam dua kelompok: kelompok konservatif dan progresif. Kelompok konservatif terdiri atas individu-individu yang dalam sistem sosial tradisional memiliki status sosial mapan. Termasuk dalam kelompok ini adalah golongan generasi tua yang berpegang pada nilai-nilai lama yang didominasi nilai-nilai agama. Sedangkan kelompok progresif terdiri atas individu-individu yang kurang menghargai nilai-nilai lama dan lebih terbuka terhadap perubahan. Termasuk dalam kelompok ini adalah kaum generasi muda yang banyak dipengaruhi nilai-nilai budaya modern yang lebih mengarah pada materialisme.
Perbedaan orientasi nilai di antara kedua kelompok tadi berimplikasi terhadap strategi dalam mengelola konflik oleh masing-masing kelompok. Kaum konservatif cenderung menghindari konflik yang bersifat aktif, terutama dalam bentuk konfrontasi fisik. Sikap semacam ini tidak terlepas dari nilai-nilai yang telah dipegang secara mantap dan selanjutnya dijadikan sebagai pedoman dalam bertindak. Nilai-nilai yang dimaksud, misalnya, adalah nilai-nilai perdamaian dan kemanusiaan, seperti tertuang dalam konsep ahimsa, tatwamasi, dan sebagainya. Sebaliknya, di kalangan kaum progresif, bentuk konflik cenderung berupa konflik aktif dan konfrontasi-konfrontasi yang bersifat fisik. Perilaku semacam ini dipedomani oleh nilai-nilai kebebasan yang dimaknai sekehendak hati.

2. ALAT-ALAT DISTRIBUSI DAN TRANSPORTASI


Perubahan sistem transportasi ,teknologi dan distribusi menjadi lebih maju, mata pencaharian penduduk Bali juga ikut berubah , misalnya dalam bidang Jasa. Sebagaian besar penduduk bali memiliki kendaraan sendiri, biasanya minimal mereka memiliki sepeda motor. Sehingga kendaraan umum kurang tersedia, kalaupun ada hanya melewati jalan-jalan tertentu dan rutenya terbatas, kecuali taxi. Jenis transportasi umum yang terdapat di Pulau Bali antara lain :

1. Dokar (Kendaraan dengan menggunakan hewan kuda sebagai alat penarik)

2. Ojek (Kendaraan Umum dengan menggunakan sepeda motor)

3. Bemo (Kendaraan Umum sejenis mikrolet)

4. Bemo dalam kota

5. Bemo luar kota (dengan jenis lebih besar)

6. Taksi

7. Bus antar kota atau kabupaten

8. Bus luar pulau

Untuk transportasi ke luar pulau Bali, tersedia transportasi Udara dan laut. Seperti pelabuhan Gilimanuk penyeberangan ke Pulau Jawa yang menggunakan kapal ferry yang memakan waktu antara 30menit sampai 45 menit. Untuk penyeberangan ke Pulau Lombok, penyeberangan laut melalui pelabuhan Padang Bay menuju Lembar memakan waktu sekitar 4 jam. Juga kita bisa menggunakan transportasi udara yang dilayani oleh Bandara Internasional Ngurah Rai.

3. MAKANAN DAN MINUMAN

Liburan ke Pulau Bali rasanya kurang lengkap bila tidak disertai dengan wisata kuliner Pulau Bali adalah pulau yang unik begitu juga makanan yang ada di pulau ini, dari yang mewah hingga sederhana, dari masakan internasional hingga makanan khas tradisional Bali. Makanan khas tradisional Bali adalah

1. Sate Languan

Sate ini terbuat dari ikan laut, kelapa muda, bumbu dan gula. Sate ini merupakan makanan khas kabupaten Klungkung, namun penyebarannya hampir di seluruh Bali. sate ini digunakan sebagai hidangan dan sajian pada upacara keagamaan. Sebagai hidangan sate languan sebaiknya dihidangkan dalam keadaan panas (segera setelah dipanggang). Sate languan dapat tahan sampai satu hari tidak rusak.

2. Sate Lembat

Sate lembat adalah sate yang dibuat dari daging yang ditumbuk halus, dicampur kelapa parut dan bumbu. Daging yang digunakan bisa daging babi, daging ayam, daging itik dan daging penyu. Sate ini digunakan untuk upacara keagamaan dan upacara adat. Disamping itu, sate lembat juga dijual diwarung-warung nasi bersama-sama dengan jenis lauk pauk lainnya seperti urutan, babi guling dan lawar.

3. Serapah
Serapah adalah jenis lauk pauk setengah basah, dibuat dari daging dan jeroan diberi bumbu dan santan. Jenis daging yang dapat di buat serapah adalah daging babi, daging sapi dan lain-lain. Serapah digunakan untuk sajian pada upacara adat atau upacara agama serta digunakan untuk hidangan.

4. Nasi Kuning Bali

Nasi kuning Bali agak berbeda dari nasi kuning pada umumnya, terutama dari bumbu yang dipergunakan dan cara pengolahannya. Nasi kuning ini biasanya dibuat pada hari Raya Kuningan, yaitu hari raya umat Hindhu di Bali setiap 210 hari sekali yang jatuh pada hari Sabtu Kliwon Wuku Kuningan. Namun saat ini nasi kuning Bali sudah dimanfaatkan untuk upacara-upacara lain selain upacara keagamaan seperti ulang tahun, syukuran dan lain-lain. Nasi kuning disajikan dengan menaburi sambal goreng diatasnya, ditambah kemanggi dan kecai (kacang ijo yang baru berkecambah). Nasi kuning Bali tidak umum diperjualbelikan dan biasanya masyarakat membuat sendiri untuk keperluan upacara maupun dikonsumsi sendiri.

5. Jajan Bendu

Jajan bendu merupakan jenis jajan yang biasa digunakan untuk upacara perkawinan. Kue jenis ini sudah tersebar di seluruh Bali, dibuat selain digunakan untuk keperluan upacara keagamaan (sebagai sajian) juga dibuat untuk dijual. Kue ini tidak tahan lama, paling lama tahan selama satu hari. Sebagai hidangan, kue ini banyak dikonsumsi sebagai teman minum kopi.

6. Nasi Yasa

Nasi Yasa adalah makanan pokok (nasi kuning) yang dicampur dengan daging ayam, lalapan, telur dan saur. Biasanya nasi Yasa ini dibuat untuk upacara keagamaan seperti hari raya Saraswati, Çiwalatri dan juga untuk dihaturkan kepada leluhur.

7. Jajan Reta

Deskripsi Jajan reta terbuat dari tepung beras dibentuk menjadi berbagai bentuk atau model dan berbagai ukuran seperti: angka delapan, gelang, bunga dan sebagainya, serta diberikan warna yang beragam antara lain merah, putih, kuning ataupun kombinasi dari berbagai warna. Jajan reta ini dibuat untuk keperluan hari raya, upacara adat dan upacara agama serta dibuat untuk camilan sehari-hari sebagai teman minum kopi. Jajan reta telah diperjualbelikan di pasar-pasar tradisional di daerah Bali.

8. Sambal Bali

Sambal merupakan makanan dengan rasa pedas sebagai pelengkap dalam masakan Bali. Sedikit orang Bali yang makan nasi tanpa dilengkapi dengan sambal, yang juga digunakan dalam mempersiapkan berbagai hidangan berupa daging dan sayur.

Minuman Khas Bali

Minuman khas Pulau Bali tidak begitu banyak seperti daerah-daerah di Indonesia lainnya, ada minuman khas tradisional dan minuman bertaraf internasional. Minuman khas Bali yang sangat dikenal dan dicari oleh wisatawan lokal dan asing antara lain:

  1. MINUMAN CENDOL BALI

Minuman cendol dikenal sebagai minuman khas tradisional masyarakat Jawa, tetapi di Bali minuman ini cukup populer di Bali. Cendol adalah sejenis minuman yang dibuat dari campuran tepung beras dan tepung tapioka serta ditambah dengan santan dan gula merah. Cendol ini dibuat sebagai hidangan dan kadang-kadang ditambahkan es pada saat meminumnya. Cendol ini sudah tersedia dijual di pasar-pasar tradisional di daerah Bali.

  1. MINUMAN BREM (MENGANDUNG ALKOHOL)

Brem adalah salah satu jenis minuman khas daerah bali yang dibuat dari beras ketan atau beras ketan hitam atau campuran kedua jenis beras ketan tersebut yang difermentasikan dengan ragi tape. Secara tradisional terutama di tingkat rumah tangga di masyarakat Bali, minuman brem ini merupakan hasil sampingan dari proses pembuatan tape, karena produk tape inilah yang utama dimanfaatkan sebagai sajian dan dimakan.

Brem ini di daerah Bali khususnya bagi masyarakat yang beragama Hindhu, tidak bisa dilepas keberadaannya karena merupakan salah satu sarana yang mesti ada dalam pelaksanaan upacara agama dan upacara adat sebagai tabuhan bersama-sama dengan minuman arak. Disamping itu brem banyak disuguhkan sebagai minuman sehabis makan nasi terutama pada saat ada upacara keagamaan dan adat. Minuman brem ini sejak lama sudah diperjualbelikan di daerah Bali, bahkan sudah menjadi salah satu oleh-oleh atau buah tangan bagi wisatawan baik domestik maupun wisatawan mancanegara yang datang ke Bali.

4. PAKAIAN DAN PERHIASAN

Pakaian daerah

Pakaian daerah Bali sesungguhnya sangat bervariasi, meskipun secara selintas kelihatannya sama. Masing-masing daerah di Bali mempunyai ciri khas simbolik dan ornamen, berdasarkan kegiatan/upacara, jenis kelamin dan umur penggunanya. Status sosial dan ekonomi seseorang dapat diketahui berdasarkan corak busana dan ornamen perhiasan yang dipakainya.

Busana tradisional pria umumnya terdiri dari:

  • Udeng (ikat kepala)
  • Kain kampuh
  • Umpal (selendang pengikat)
  • Kain wastra (kemben)
  • Sabuk
  • Keris
  • Beragam ornamen perhiasan

Sering pula dikenakan baju kemeja, jas, dan alas kaki sebagai pelengkap.

Wanita

Untuk Para penari cilik mengenakan gelung, songket dan kain prada. Busana tradisional wanita umumnya terdiri dari:

  • Gelung (sanggul)
  • Sesenteng (kemben songket)
  • Kain wastra
  • Sabuk prada (stagen), membelit pinggul dan dada
  • Selendang songket bahu ke bawah
  • Kain tapih atau sinjang, di sebelah dalam
  • Beragam ornamen perhiasan

Sering pula dikenakan kebaya, kain penutup dada, dan alas kaki sebagai pelengkap. Untuk perhiasan wanita sendiri digunakan gelang, kalung atau tusuk konde pelengkap sanggul yang berupa ornamen yang terbuat dari tembaga atau kuningan


5. TEMPAT BERLINDUNG DAN RUMAH ADAT

Rumah Bali yang sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali (bagian Weda yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng Shui dalam Budaya China)

Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan, dan parahyangan. Untuk itu, pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut ‘’Tri Hita Karana’’. Pawongan merupakan para penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada hubungan yang baik antara penghuni rumah dan lingkungannya.

Pada umumnya,bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi hiasan, berupa ukiran kayu, peralatan serta pemberian warna. Ragam hias tersebut mengandung arti tertentu sebagai ungkapan keindahan simbolsimbol dan penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis fauna juga berfungsi sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam patung.

Tetapi memasuki zaman moderenisasi masyarakat di perkotaan Bali sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Mereka jarang menggunakan rumah adat khas Bali, Rumah mereka lebih bergaya minimalis modern dan natural minimalis, karena dianggap lebih simpel dlam teknik membangun rumahnya.

7. SENJATA TRADISIONAL

3.3 SISTEM MATA PENCAHARIAN

Sistem mata pencaharian hidup masyarakat Bali terdiri dari pertanian, industri, dan jasa. Pola perkampungan penduduk Bali pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tata nilai ritual yang menempatkan zona sakral di bagian angin (timur) sebagai arah terbitnya matahari sebagai yang diutamakan. Faktor kondisi dan potensi alam, menempatkan nilia utama ke arah kaja (gunung) dan sebaliknya menganggap rendah arah kelod (laut). Faktor ekonomi, menempatkan nilai utama pada tempat bekerja seperti desa nelayan menghadap ke laut, desa pertanian menghadap ke arah sawah atau perkebunan.

Seperti pada umumnya daerah lain di Indonesia, penduduk Bali sebagian besar hidup dari pertanian. Penduduk yang bertempat tinggal di daerah pesisir biasanya mereka hidup sebagai nelayan. Selain itu juga ada yang sebagai seniman dan Pulau Bali terkenal sama keseniannya. Pada akhir abad 19 ini karena adanya kemajuan teknologi sehingga memudahkan orang bepergian kemana-mana, maka sektor pariwisata mulai menjadi salah satu sektor yang menjadi mata pencaharian penduduk Bali. Sehingga pada awal tahun 80-an banyaklah bermunculan daerah-daerah pariwisata seperti Sanur, Nusa Dua, Kuta dan lain sebagainya. Sektor ini menjadi andalan pendapatan daerah Bali, sehingga banyak penduduk bali yang beralih profesi menggantungkan hidupnya pada sektor pariwisata.

SISTEM MATA PENCARIAN HIDUP MASYARAKAT BALI TERDIRI DARI :

1. BERBURU DAN MERAMU

Bali sebagai sebuah pulau kecil di hamparan katulistiwa Nusantara sejak masa prasejarah ikut serta dalam pertumbuhan budaya yang menjadi akar dari perkembangan kebudayaan nasional. Sebelum memasuki masa bercocok tanam masyarakat Bali masa prasejarah melakukan berburu hewan-hewan dan meramu obat-obatan untuk bertahan hidup.

Demikian pula pada masa perundagian. Masa perundagian adalah puncak segala kemajuan yang berhasil dicapai yakni merupakan perkembangan lebih lanjut dari masa bercocok tanam. Penduduk yang hidup bergabung dalam suatu desa, sudah berhasil mencapai suatu taraf yang baik dengan penguasaan teknologi yang tinggi seperti teknik pembuatan gera¬bah, kepandaian menuang perunggu. Masa perundagian telah menghasilkan kebudayaan Indonesia asli yang bernilai tinggi ka¬rena dijiwai oleh konsepsi alam pikiran yang hidup di dalam masyarakat pada waktu itu.

2. PERIKANAN

Bali adalah pulau kecil hanya dengan luas hanya 5,682 km persegi dengan tingkat kepadatan penduduk yang relatif tinggi yakni 565 orang per km persegi. Bali di kelilingi wilayah pesisir dengan panjang 430 km . karena wilayahnya dikelilingi oleh laut Mayoritas masyarakat Bali bermata pencaharian sebagai nelayan, mayoritas terdapat di daerah Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali.

Dari segi matapencaharian dalam bidang perikanan , komoditi ikan tuna dari Bali dikenal di pasar dunia. Tuna hasil tangkapan masyarakat Bali mampu menembus pasar ekspor sejak dulu. Beberapa negara yang cukup besar mengimpor tuna dari Bali adalah Jepang, Taiwan, Cina, dan Korea. Negara-negara Asia yang merupakan konsumen ikan terbesar di dunia ini bisa dibilang memiliki hubungan bisnis yang erat dengan Bali, khususnya komoditi tuna.

Di samping tuna, ada pula beberapa jenis ikan lainnya yang cukup populer dan digemari pasar internasional. Misalnya saja udang dan ikan kerapu. Dua jenis komoditi ini cukup tinggi realisasi ekspornya meskipun hingga kini dominasi tuna masih belum bisa terkalahkan. Namun ke depan prospek kedua komoditi itu diprediksi akan semakin bagus, karena banyaknya pengusaha yang secara profesional membudidayakannya di perairan Bali Utara yang memang sangat cocok untuk jenis kerapu maupun tuna.

Selain komoditi perikanan yang dapat dikonsumsi sebagaimana dikatakan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Bali Wisnawa Manuaba juga mempunyai potensi komoditi lainnya, Misalnya saja ikan hias dan rumput laut. Jenis-jenis komoditi ini termasuk cukup mengalami peningkatan dalam realisasi ekspor selama dua tahun belakangan ini.

kegiatan budidaya rumput laut sebagai salah satu bentuk mata pencaharian yang ramah lingkungan telah diinisiasikan forum masyarakat lokal, FKMPP-Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Pesisir, bersama WWF-Indonesia, sejak tahun 2003. Melalui kegiatan ini diharapkan para nelayan bersedia beralih dari kegiatan penangkapan ikan yang merusak terumbu karang dan ekosistem laut, seperti pengeboman dan penggunaan sianida, ke kegiatan mata pencaharian yang ramah lingkungan.

Dalam menggiatkan mata pencaharian yang ramah lingkungan bagi masyarakat setempat, WWF-Indonesia tidak berhenti hanya pada pengembangan budidaya rumput laut. Agar tercipta suatu rantai bisnis yang utuh, maka WWF-Indonesia juga membantu memfasilitasi para petani dalam membangun jaringan pasar guna memasarkan hasil panen rumput laut mereka dengan harga yang adil.

3. BERCOCOK TANAM DI LADANG

Pada masa bercocok tanam, dengan memperhatikan tipologi tinggalan beliung persegi di Bali, maka dapat dikatakan bahwa Bali pada masa itu telah mempunyai hubungan budaya yang luas dengan daerah lainnya di kepulauan Indonesia maupun di Asia Tenggara (di antaranya Malaysia, Burma, Kamboja, Thailand, Laos, dan bahkan dengan China dan Formosa), Hubungan yang demikian luas terjadi akibat adanya migrasi yang disebabkan oleh pencarian daerah yang lebih subur untuk kepentingan perladangan.

1. Bertani Padi

Bali sebagai salah satu Propinsi di Nusantara Indonesia, masyarakatnya adalah agraris atau bermatapencaharian sebagai petani dengan wilayah yang relatif sempit yaitu 563.666 hektar, terdiri dari 80.765 hektar lahan persawahan dan sisanya 482.901 hektar lahan bukan sawah .Di wilayah Pulau Bali yang Khususnya daerah persawahan terkenal dengan organisasi yang disebut Subak yaitu organisasi yang mengatur pengairan di sawah. Masyarakat petani dalam melakukan aktivitas pertanian di sawah dengan memanfaatkan alat-alat tradisional yang paling popular disebut bajak, yang mana dalam pengolahan tanah dibagi dalam tahapan-tahapan kegiatan yaitu untuk menggemburkan tanah memakai bajak tenggala , untuk membersihkan tanah dari gulma-gulma memakai bajak jangkar, untuk melumatkan tanah menjadi lumpur memakai bajak lampit slau dan terakhir untuk menghaluskan tanah memakai bajak plasah. Setelah permukaan tanah lumpur tersebut halus baru ditanami padi bulih (tanaman pohon padi yang masih muda), yang mana dalam proses aktivitas pertanian di sawah ini masyarakat Bali menerapkan sistim kerja ngajakan (kerja gotong royong/bekerja saling bantu membantu tanpa imbalan jasa). Selain menanam padi masyarakat Bali yang khususnya tinggal di daerah pedesaan, juga bertani Jagung, singkong atau umbi-umbian dan kedelai.

2. Berkebun

Selain bertani masyarakat Bali juga membuka lahan untuk berkebun. Tanaman perekebunan yang menjadi mata pencaharian masyarakat Bali meliputi tanaman perkebunan karet, kopi (arabika dan robusta), tembakau (rakyat dan virginia), kakao, lada, vanili dan kelapa dalam. Secara umum, luas areal perkebunan pada tahun 2003 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2002. Namun demikian ada beberapa jenis tanaman perkebunan yang mengalami penurunan, seperti kopi robusta, tembakau rakyat dan lada.

4. BERCOCOK TANAM MENETAP

Adapun jenis mata pencaharian bercocok tanam menetap yang dianggap berpotensi dikembangkan di kawasan Bali Barat adalah budidaya dan pengolahan cabai pasca panen. Sekitar 45 % sumber pendapatan keluarga masyarakat pesisir di kedua desa di Bali Barat, Sumber Klampok dan Pejarakan, didapatkan dari kegiatan bertani dengan cabai sebagai unggulannya. Dengan bertambahnya opsi kegiatan mata pencaharian yang ramah lingkungan, selain budidaya rumput laut, maka kesejahteraan masyarakat semakin terjamin .

Selain itu Komoditas perkebunan di Provinsi Bali juga menjadi mata pencaharian tetap, lokasinya tersebar namun, untuk beberapa komoditi terpusat di beberapa wilayah seperti:
•Kopi
Arabika terpusat di Kintamani Bangli
•Kakao
terpusat di Selemadeg Tabanan
•Kopi Rabusta terpusat di Pupuan, Tabanan
• Jambu Mete terpusat di Kubu, Karangasem

5.PETERNAKAN

Usaha peternakan di Provinsi Bali sebagian besar masih dilakukan secara tradisional oleh masyarakat. Usaha ini merupakan usaha sambilan atau sebagai pelengkap usaha lainnya. Sementara itu, populasi ternak dalam bahasan ini mencakup sapi potong, sapi perah, kambing, domba, babi, ayam buras, ayam petelur, ayam pedaging dan itik.Populasi ternak sapi potong setiap tahun mengalami peningkatan sebesar 3,41 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk ternak sapi perah, jumlah populasi tahun 2003 hanya 28 ekor turun 48,15 persen jika dibandingkan jumlah populasi pada tahun 2002 yang berjumlah 54 ekor. Hal ini berdampak pada produksi susu yang dihasilkan Pada tahun 2003 produksi susu mencapai 35,48 ton, sedangkan produksi susu tahun 2002 mencapai 68,43 ton.

Sementara itu, jumlah populasi untuk ternak kecil tahun 2003 berturut-turut adalah sebagai berikut, populasi kambing 61.958 ekor, domba 13 ekor dan babi 978.020 ekor. Namun jika dibandingkan dengan tahun 2002 jumlah populasi kambing dan domba mengalami penurunan, dimana pada tahun 2002 jumlah kambing mencapai 73.555 ekor sedangkan jumlah domba 439 ekor. Sedangkan untuk jumlah babi mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2002. Populasi babi di Bali mencapai 978.020 ekor pada tahun 2003 dan semakin mengalami peningkatan pada tahun-tahun berikutnya.

6. PERDAGANGAN

Perdagangan di Bali sekarang sudah menjadi mata pencaharian mayoritas masyarakat Bali, Karena Bali adalah Kota pariwisata maka masyarakat Bali memanfaatkan segala sarana dan fasilitas untuk berdagang sehingga memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat Bali. Berikut ini adalah Pasar-Pasar di Kota Bali yang dijadikan tempat berdagang , Pemda Kota Bali sudah menyediakan sarana maupun Fasilitas berupa tempat-tempat berdagang untuk

Pasar Sukawati

pasar tradisional ini terletak di Kabupaten Gianyar dan sangat terkenal di Bali maupun luar Bali, karena anda bisa menawar harga, barang yang anda inginkan. Barang-barang yang diperdagangkan di pasar sukawati seperti; baju kemeja, T-shirt, sarong pantai yang disablon dengan ukiran atau gambaran seni dari Bali, lukisan dan barang kerajinan tangan seperti ; patung pahat,patung kayu dan kipas Bali. Bila musim ramai di bulan libur sekolah, bus-bus wisata luar Bali banyak terparkir disepanjang jalan Pasar Sukawati. Pasar sukawati termasuk salah satu pasar yang terkenal di Bali selain Barang yang dijual lengkap harganyapun terjangkau.

Galiran-Klungkung
Pasar Galiran Klungkung merupakan pusat pasar di Bali Timur. Pada rahina pasah (hari pasaran, red), pedagang dari desa-desa bahkan dari luar kabupaten seperti Karangasem, Gianyar, Bangli tumpah ruah di Klungkung. Diprediksi, kegiatan di Pasar Galiran Klungkung melibatkan 5.000 orang lebih setiap pasaran. Sedangkan jumlah pedagang tercatat 1.200 orang.

Tabanan

Bali terdapat sebuah pasar pakaian bekas yang menarik minat masyarakat lokal, wisatawan domestik dan juga mulai diminati wisatawan asing untuk datang dan mengunjungi pasar ini. Pasar ini merupakan pasar pakaian bekas import yang terbesar di Bali disamping banyak lagi pasar pakaian bekas import yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Banyak orang yang masih tidak tahu lokasi pasar ini karena terbatasnya publikasi media akan keberadaan pasar ini. Keberadaan pasar ini lebih banyak tersebar dengan berita dari mulut ke mulut. Sungguhlah sangat mengagetkan ketika kita menjejakkan kaki dipasar ini, terdapat berpuluh-puluh ribu jenis pakaian bekas import yang datang dari Singapore & Jepang

Pasar Kodok

Kenapa disebut Pasar Kodok? menurut informasi para pedagang yang ada di sana, hal ini terkait karena lokasi persawahan yang menjadi areal pasar tersebut, pada awalnya merupakan areal yang banyak sekali ditemukan kodok. Para pedagang ini mendapatkan pakaian bekas tersebut dari para importer pakaian bekas yang sebagian besar berasal dari wilayah Padang. Biasanya para pedagang itu akan membeli dalam bal-bal (karung) pakaian bekas yang sudah disortir terlebih dulu dan dipisahkan sesuai jenis dan kualitas pakaian bekas itu sendiri. Harga per bal pakaian bekas itu sangat murah, sebut saja dengan Rp. 2,3 juta/bal bisa diperoleh 1000 pcs pakaian bekas untuk anak-anak dan dewasa.

Perkembangan Sistem Mata Pencaharian

Perkembangan era globalisasi sangat mempengaruhi Mata pencaharian penduduk Kota Bali. Bali sudah sangat dikenal di seluruh dunia sebagai pintu gerbang pariwisata di Indonesia. Kesadaran masyarakat yang tinggi terhadap aset pariwisata yang harus selalu di jaga Budaya serta kelestarian keindahan alamnya, membuat masyarakat Bali memegang teguh konvensi yang berasal dari budaya yang juga berasal dari aturan agama Hindu Bali.

Karena perubahan sistem transportasi dan teknologi menjadi lebih maju, mata pencaharian penduduk Bali juga ikut berubah , misalnya dalam bidang Jasa. Sebagaian besar penduduk bali memiliki kendaraan sendiri, biasanya minimal mereka memiliki sepeda motor. Sehingga kendaraan umum kurang tersedia, kalaupun ada hanya melewati jalan-jalan tertentu dan rutenya terbatas, kecuali taxi. Jenis kedaraan umum di Bali antara lain :

1. Dokar (Kendaraan dengan menggunakan hewan kuda sebagai alat penarik)

2. Ojek (Kendaraan Umum dengan menggunakan sepeda motor)

3. Bemo (Kendaraan Umum sejenis mikrolet)

4. Bemo dalam kota

5. Bemo luar kota (dengan jenis lebih besar)

6. Taksi

7. Bus antar kota atau kabupaten

8. Bus luar pulau

Untuk transportasi ke luar pulau Bali, tersedia transportasi Udara dan laut. Seperti pelabuhan Gilimanuk penyeberangan ke Pulau Jawa yang menggunakan kapal ferry yang memakan waktu antara 30menit sampai 45 menit. Untuk penyeberangan ke Pulau Lombok, penyeberangan laut melalui pelabuhan Padang Bay menuju Lembar memakan waktu sekitar 4 jam. Juga kita bisa menggunakan transportasi udara yang dilayani oleh Bandara Internasional Ngurah Rai.

Bidang Pariwisata

Dalam bidang pariwisata Seperti Pantai Kute dan Sanur Masyarakat Bali memanfaatkannya sebagai peluang untuk mendapatkan pekerjaan dengan bekerja sebagai pegawai Restoran,cafe atau membuka usaha restoran atau gallery, berdagang baju atau pernak-pernik khas Bali, menyewakan tempat penginapan bagi wisatawan asing, menyewakan pelampung atau papan surfing sampai penyewaan kapal bagi para wisatawan yang ingin menikmati pantai Bali. Karen banyaknya wisatawan asing yang berkunjung ke Pulau Bali, Penduduk Bali memanfaatkanya dengan cara menjual keahlianya seperti seni melukis, memahat patung , membuat tatto (body painting) atau menindik (body piercing) .

Bidang industri

Dalam bidang industri terdapat sebuah usaha kain tenun yang terdapat di denpasar Bali. Kain hasil tenun adalah kain khas asal bali dengan corak bunga dengan berbagai warna. Kain tenun ini sangat diminati oleh wisatawan asing , umumnya wanita dan remaja perempuan yang bekerja pada usaha kain tenun ini. Sekarang ini di Bali sudah terdapat mall,swalayan dan Plaza tempat belanja yang lebih modern sehingga peluang untuk mencari lapangan kerja atau mata pencaharian bagi penduduk Bali semakin terbuka lebar.

Selain industri kain tenun , jumlah industri pengalengan ikan, industri hasil laut non ikan, dan jumlah rumah pembenihan mencapai 7 unit, 2 unit dan 24 unit setiap tahunya. Industri kapal ikan dan perusahaan pengolahan perikanan masing-masing bertambah satu unit pada tahun 2004. Pada tahun 2003 jumlah industri kapal ikan sebanyak 3 unit dan untuk jumlah perusahaan pengolakan perikanan sebanyak 29 unit. Ekspor hasil perikanan berupa bahan makanan dan bukan bahan makanan naik sebesar 0,30 persen dengan total nilai sebesar 121.467.850,98 US $.

3.4 ORGANISASI SOSIAL

BANJAR itulah nama organisasi sosial dan adat yg bersifat tradisional yang ada di Bali. Banjar adalah kumpulan dari beberapa orang yg tinggal disuatu lingkungan tertentu. Mungkin bisa dikatakan kalau banjar adalah “dusun. Banjar memiliki tempat atau sekretariat yg disebut Bale Banjar. Kalau anda melihat ada bangunan besar dan agak luas terbuka di Bali, ada bale kulkul, kemudian ada tulisan BR. (xxxx)…itu adalah bale banjar. BR adalah singkatan dari Banjar.


Anggota Banjar biasanya berjumlah lebih dari 100 orang. Setiap laki
- laki dewasa yg sudah menikah wajib menjadi anggota banjar. Istrinya akan jadi anggota PKK Banjar tersebut dan anak - anaknya akan menjadi anggota Karang Taruna (Sekehe Teruna). Syarat menjadi anggota banjar cukup mudah, seseorang membayar penanjung batu sebagai iuran wajib anggota sebesar IDR 5.000.- saja. Keanggotaan biasanya dibagi dua, yaitu anggota tetap dan anggota suka duka. Anggota tetap adalah mereka yang merupakan penduduk asli setempat, menetap disana dan meninggalnya pun akan di-aben ditempat itu. Anggota suka duka adalah warga pendatang yang tinggal diarea tersebut tapi tidak menetap. Biasanya adalah warga yang melakukan tugas kantor ataupun pendatang yang berkegiatan ekonomi di situ.
Organisasi Banjar sama seperti organisasi lain yg memiliki pengurus atau PRAJURU. Prajuru ini ada Ketua Banjar y
ang disebut dengan KELIHAN ADAT (Kelih=dituakan). Kelihan Adat Banjar dibantu oleh 2 atau 3 orang Kelihan Tempekan, seorang Penyarikan (sekretaris) dan Bendahara. Untuk menyampaikan informasi kepada anggota, banjar dilengkapi dengan Kesinoman (Humas). Organisasi banjar juga mengikuti perkembangan zaman untuk mempermudah koordinasi. Anggota biasanya dibagi menjadi 2 atau 3 tempekan (group kecil) berdasarkan kedekatan wilayah dan atau umumnya dipisah berdasarkan jalan raya yang melintas di depan Bale Banjar, tempekan utara jalan / selatan jalan atau barat / timur jalan. Tempekan ini akan dipimpin oleh satu kelihan tempekan dan kesinomannya sendiri.
Kegiatan yg dilakukan oleh Banjar lebih banyak kepada kegiatan adat Bali disamping kegiatan lain yg bersifat umum spt: kerja bakti, pemilu,dll. Secara umum bisa dikatakan banjar adalah tempat kita bersosialisasi dengan manusia lain dan melakukan aktivitas sosial sebagai manusia. Jika ada anggota banjar y
ang memiliki kegiatan adat dirumahnya seperti menikah atau ngaben bisa menyerahkan pekerjaan ini kepada banjar. Lalu anggota banjar lain akan siap untuk membantunya. Karenanya, untuk anggota suka duka tidak dikenakan kewajiban mengikuti kegiatan adat.

Bale Banjar sebagai aula berkumpul dan beraktivitas warga juga dipakai bisa dipakai untuk melakukan kegiatan lain yg berkaitan dengan anggota banjar. Misalnya untuk resepsi pernikahan, pembuatan sarana ngaben, melakukan pemungutan suara pemilu, dll. Juga bisa dipakai untuk latihan menari buat anak - anak, latihan bermain gambelan, juga kursus lain yg bermanfaat untuk anggota. Intinya, Bale Banjar memiliki multifungsi. Tidak jarang bale banjar dipakai untuk lapangan badminton.

3.5 SISTEM PENGETAHUAN

Ilmu dalam Strategi Kebudayaan Bali

WEDA Sruti, kitab suci agama Hindu itu, adalah sabda Tuhan. Dalam sabta Tuhan itu terdapat ajaran tattwa atau kebenaran dan konsepsi dasar tentang Tuhan dan segala ciptaannya. Dalam ajaran suci Weda itu ada juga diajarkan konsepsi dasar tentang hubungan manusia dengan Tuhannya (Prajapati), hubungan manusia dengan sesama manusia (Praja) dan hubungan manusia dengan alam lingkungannya (Kamadhuk). Sabda Tuhan itu diamalkan dalam kehidupan beragama oleh umat Hindu sesuai dengan batas-batas kemampuannya. Wujud pengamalan ajaran suci Weda inilah muncul religi Hindu sebagai salah satu sistem kebudayaan Hindu. Penerapan ajaran tattwa Hindu tersebut yang diamalkan di Bali inilah yang memunculkan kebudayaan Bali. Pengamalan tattwa Hindu itu berdasarkan keberadaan Iksha, Sakti, Desa dan Kala di Bali.

Sistem ilmu pengetahuan adalah salah satu sistem kebudayaan. Ilmu pengetahuan memiliki peranan yang sangat penting dalam memadukan semua sistem kebudayaan. Kebudayaan Bali sebagai perwujudan dari pengalaman ajaran Hindu mutlak perlu mendudukkan sistem ilmu pengetahuan itu secara tepat dalam strategi kebudayaan Bali. Kebudayaan Bali akan menjadi makin melemah tanpa memerankan sistem ilmu dalan strategi pengembangannya.

Ilmu sosial menurut Prof. Dr. Sondang Siagian teorinya universal. Aplikasinya yang kontekstual selalu menyesuaikan dengan keberadaan ruang, waktu dan keadaan masyarakatnya. Demikian juga dalam kaitannya dengan kebudayaan Bali sebagai wujud empiris dari ajaran agama Hindu.

Kebudayaan Bali seyogianya dijelaskan dan diaplikasikan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan. Karena itu, tidaklah bisa kita menjelaskan kebudayaan Hindu di Bali menurut keinginan kita masing-masing. Seperti ada yang menjelaskan makna penggunaan pisang dalam upacara agama Hindu di Bali. Kata pisang dinyatakan berasal dari kata ''sang sepi''. Ada juga yang mengartikan penggunaan sate dalam upacara agama Hindu berasal dari kata ''sat'' dan ''te''. Sat artinya kebenaran dan te artinya teguh. Kata Bhuta dalam Bhuta Yadnya diartikan tidak melihat. Kalau caru dikatakan berasal dari kata ''cara'' yang diartikan suka ngambek. Suatu saat kata ''cara'' itu diartikan berbeda-beda. Melasti dinyatakan sebagai prosesi penyucian pratima, ada juga yang mengartikan ngiring Ida Batara masiram. Padahal dalam lontar Sunarigama dan lontar Sang Aji Swamandala penjelasan tentang Melasti, Tawur Kasanga dan Nyepi sudah sangat jelas.

Galungan itu oton gumi. Dalam hal Galungan ini sudah semakin sesuai pemahaman masyarakat dengan pengertian Galungan dalam teks lontar Sunarigama. Ada pemuka agama di suatu Pura menjelaskan tujuan upacara Mamungkah itu untuk menyucikan Ida Batara. Jadinya Ida Batara yang suci itulah disucikan oleh manusia melalui upacara yadnya.

Penjelasan yang tidak berdasar itu bukanlah dijelaskan di dalam obrolan di warung kopi, di arena judian, di emper toko atau di arena dagang tuak. Penjelasan tersebut diutarakan di media yang sangat serius dan bergengsi seperti di televisi, radio, koran dan media-media lainnya. Cara menafsirkan berbagai simbol budaya agama Hindu seperti itu tentunya sulit dipertanggungjawabkan secara ilmu pengetahuan umumnya maupun ilmu pengetahuan agama Hindu khususnya.

Penjelasan-penjelasan seperti itu sudah banyak kita buktikan menimbulkan tradisi beragama yang salah kaprah. Antara konsep di kitab sastranya sangat bertentangan pengamalannya dalam kehidupan beragama. Seperti tradisi manak salah, asu mundung, alangkahi karang hulu, sistem varna yang berdasarkan Guna Karma bergeser menjadi berdasarkan wangsa. Banyak lagi tradisi pengamalan agama Hindu yang bertentangan dengan konsep atau tattwanya dalam sastra sucinya. Sesungguhnya kegiatan nyata kebudayaan beragama Hindu di Bali pada umumnya sudah ada dijelaskan maknanya dalam lontar atau kitab petunjuknya maupun dalam naskah susastra Hindu yang tergolong sastra suci.

Kalau semua sumber ilmiah itu buntu atau tidak diketemukan maknanya, boleh kita menyatakan pendapat atau penafsiran kita sendiri secara jujur. Sendainya ada pihak lain menemukan pengertiannya yang benar dalam kitab suci atau kitab sastranya maka pengertian itulah yang dijadikan acuan untuk menafsirakannya. Seperti pengertian penggunaan pisang misalnya.

Pisang dalam banten umumnya dijadikan rakan banten. Dalam lontar Yadnya Prakerti dinyatakan ''raka-raka pinaka widyadhara-widyadhari. Dari rumusan inilah pisang sebagai rakan banten dapat kita jelaskan. Demikian juga kata caru dalam kitab Samhita Suara yang artinya cantik atau harmonis. Ini artinya tujuan macaru untuk mengharmoniskan hubungan manusia dengan alam. Kata Bhuta dalam Bhuta Yadnya, dalam bahasa Sansekerta artinya unsur-unsur alam. Karena itu ada istilah Panca Maha Bhuta yaitu pratiwi, apah, teja, bayu dan akasa. Dalam lontar Agastia Parwa Bhuta Yadnya itu dirumuskan sebagai berikut: ''Bhuta Yadnya ngaran taur muang kapujan ring tuwuh. Artinya, Bhuta Yadnya namanya mengembalikan dan melestarikan tumbuh-tumbuhan.

Dalam Bhagawad Gita III.14 dinyatakan tumbuh-tumbuhan itu sumber makanan hewan dan manusia. Jadinya upacara Bhuta Yadnya itu sebagai simbol sakral dalam wujud ritual untuk membangkitkan spiritualitas memotivasi manusia bertujuan untuk menyejahterakan alam lingkungan, baik sekala maupun niskala. Jadinya berbagai simbol Hindu itu hendaknya dijelaskan secara ilmu pengetahuan (Sastratah), untuk menyukseskan terwujudnya nilai-nilai simbol Hindu di Bali mengantarkan masyarakat umatnya menguatkan kehidupan individual, sosial dan naturalnya. Karena nilai-nilai dalam kemasan simbol kebudayaan Hindu di Bali tidak lain dari inti sari Weda. Karena sering tidak dijelaskan berdasarkan sistem ilmu pengetahuan maka banyak yang menyimpang

3.6 SISTEM RELIGI

Hindu mendominasi perkembangan sistem religi di Bali, tatanan dan norma -norma Hinduisme masih terasa sangat kental dalam aspek kehidupan bermasyarakat di pulau dewata ini. Keyakinan umat Hindu terhadap keberadaan Tuhan/Hyang Widhi yang Wyapi Wyapaka atau ada di mana-mana juga di dalam diri sendiri - merupakan tuntunan yang selalu mengingatkan keterkaitan antara karma atau perbuatan dan pahala atau akibat, yang menuntun prilaku manusia ke arah Tri Kaya Parisudha sebagai terpadunya manacika, wacika, dan kayika atau penyatuan pikiran, perkataan, dan perbuatan yang baik. Maka dari itu suasana penuh damai menjadi ciri khas Bali yang membuat pulau ini menjadi salah satu surga dunia yang terlihat nyata di bumi nusantara.

Ajaran Hindu yang penuh dengan syarat cinta kasih tanpa memandamg nilai perbedaan serta menjunjung unsur kehidupan yang seimbang dengan alam membuat kehidupan di Bali terbentuk menjadi seperti Bali yang sekarang ini, tidak hanya bernilai eksotis tapi pulau ini memiliki nilai - nilai keagamaan yang kental untuk membentuk masyarakatnya mencintai alam ciptaanNya.

Upacara keagamaan sebagai bentuk persembahan dan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa oleh umat Hindu disebut Yadnya atau pengorbanan/korban suci dalam berbagai bentuk atas dasar nurani yang tulus. Pelaksanaan Yadnya ini pada hakekatnya tidak terlepas dari Tri Hita Karana dengan unsur-unsur Tuhan, alam semesta, dan manusia.

Didukung dengan berbagai filosofi agama sebagai titik tolak ajaran tentang ke-Mahakuasa-an Tuhan, ajaran Agama Hindu menggariskan pelaksanaan Yadnya dalam lima bagian yang disebut Panca Yadnya, yang diurai menjadi:

  1. Dewa Yadnya
    Persembahan dan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Upacara Dewa Yadnya ini umumnya dilaksanakan di berbagai Pura, Sanggah, dan Pamerajan (tempat suci keluarga) sesuai dengan tingkatannya. Upacara Dewa Yadnya ini lazim disebut sebagai piodalan, aci, atau pujawali.
  2. Pitra Yadnya
    Penghormatan kepada leluhur, orang tua dan keluarga yang telah meninggal, yang melahirkan, memelihara, dan memberi warna dalam satu lingkungan kehidupan berkeluarga. Masyarakat Hindu di Bali meyakini bahwa roh leluhur, orang tua dan keluarga yang telah meninggal, sesuai dengan karma yang dibangun semasa hidup, akan menuju penyatuan dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Keluarga yang masih hiduplah sepatutnya melaksanakan berbagai upacara agar proses dan tahap penyatuan tersebut berlangsung dengan baik.
  3. Rsi Yadnya
    Persembahan dan penghormatan kepada para bijak, pendeta, dan cerdik pandai, yang telah menetapkan berbagai dasar ajaran Agama Hindu dan tatanan budi pekerti dalam bertingkah laku.
  4. Manusia Yadnya
    Suatu proses untuk memelihara, menghormati, dan menghargai diri sendiri beserta keluarga inti (suami, istri, anak). Dalam perjalanan seorang manusia Bali, terhadapnya dilakukan berbagai prosesi sejak berada dalam kandungan, lahir, tumbuh dewasa, menikah, beranak cucu, hingga kematian menjelang. Upacara magedong-gedongan, otonan, menek kelih, pawiwahan, hingga ngaben, adalah wujud upacara Hindu di Bali yang termasuk dalam tingkatan Manusa Yadnya.
  5. Bhuta yadnya
    Prosesi persembahan dan pemeliharaan spiritual terhadap kekuatan dan sumber daya alam semesta. Agama Hindu menggariskan bahwa manusia dan alam semesta dibentuk dari unsur-unsur yang sama, yaitu disebut Panca Maha Bhuta, terdiri dari Akasa (ruang hampa), Bayu (udara), Teja (panas), Apah (zat cair), dan Pertiwi (zat padat). Karena manusia memiliki kemampuan berpikir (idep) maka manusialah yang wajib memelihara alam semesta termasuk mahluk hidup lainnya (binatang dan tumbuhan).

3. Sistem Mata Pencaharian

Seperti maysarakat Indonesia pada umumnya dalam masa pra sejarah masyarakat Hindu mulai mencari mata pencaharian untuk menyambung hidup dengan cara berburu, dilanjutkan dengan bercocok tanam pada masa pemerintahan Belanda, Bali juga menymbangkan komoditas hasil alamnya kepada pemerintahan kolonial. Seiring dengan perkembangan zaman yang memposisikan Bali sebagai objek wisata internasional maka banyak dari masyarakat Bali yang menggeluti usaha yang berhunhubungan dengan kelengkapan fasilitas wisata berupa usaha jasa seperti resort dan hotel, seniman, usaha niaga untuk memasarkan benda - benda karya tangan lokal, atau usaha jasa personal sepeti pemandu wisata banyak ditemukan sebagai profesi masyarakat Bali pada umumnya.

3.7 KESENIAN

A. Seni Tari

Seni tari Bali dapat dikategorikan menjadi 3 kelompok, yaitu:

· Wali, yaitu seni tari pertunjukan sakral. Jenis-jenis tarian yang terdapat dalam Wali adalah Berutuk, Sanghyang Dedari, Rejang dan Baris Gede.

· Bebali, yaitu seni tari pertunjukan untuk upacara. Jenis tarian yang termasuk golongan Bebali adalah Gambuh, Topeng Pajegan, dan Wayang Wong.

· Balih-Balihan, yaitu seni tari untuk hiburan pengunjung. Jenis tarian yang termasuk golongan ini adalah Legong, Parwa, Arja, Prembon dan Joged, serta berbagai koreografi tari moderen lainnya.

a. Tari Kecak

Tari Kecak merupakan salah satu jenis tarian yang paling terkenal di Bali. Tarian ini diciptakan pada tahun 1930-an. Dimainkan oleh puluhan laki-laki yang duduk berbaris melingkar lalu menyerukan irama ‘cak’ dan mengangkat kedua tangan mereka sesuai dengan irama.

Tarian ini menggambarkan kisah Ramayana yaitu saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Kecak sendiri berakar pada tarian yang dilakukan untuk berkomunikasi dengan Tuhan.

Kecak pada awalnya adalah tarian religius yang dilakukan selama beberapa jam pada malam-malam tertentu. Dipercaya tarian ini mampu mengusir setan. Tarian religius ini sekarang berkembang menjadi salah satu bentuk pertunjukan untuk para turis Bali.

Tari Kecak dipopulerkan pada tahun 1930an oleh pelukis dan pemain musik Jerman Walter Spies dan I Wayan Limbak. Tari Kecak kemudian menjadi sangat terkenal karena usaha Wayan Limbak yang memperkenalkan tarian ini dengan berkeliling dunia bersama para penari Bali lainnya. Walter Spies pertama kali terinspirasi untuk menciptakan tarian ini karena ai sangat tertarik dengan cerita Ramayana. Ia ingin menciptakan sebuah tarian yang mengabungkan unsur cerita Ramayana dengan tari-tarian.

b. Tari Sanghyang

Termasuk dalam golongan Wali (tari sakral) di Bali. Sanghyang ditarikan dengan riuh karena adanya roh yang masuk ke tubuh manusia penarinya. Roh-roh tersebut sangat beragam seperti bidadari, babu hutan, monyet, dsb. Tarian ini dipercaya dapat membuka komunikasi spiritual antara manusia dengan alam gaib. Ditarikan dengan nyanyian paduan suara menyanyikan lagu-lagu pemujaan.

Terdapat tiga tahapan dalam tari ini yaitu Nusdud, yaitu upacara penyucian medium (orang) dengan asap/api. Kemudian tahap masolah yaitu masuknya roh ke tubuh medium yang lalu menari. Tahap terakhir adalah ngalinggihang, yaitu mengembalikan kesadaran medium.

c. Janger

Tarian ini adalah tarian muda-mudi yang biasanya dilakukan 10 pasang penari. Penari wanita dan pria akan menari dan bernyanyi bersahut-sahutan dengan lagu yang yang berirama gembira. Tarian ini diiringin gamelan.

Uniknya, Janger dipercaya lahir karena perkembangan tari sanghyang. Selain itu, tarian ini juga sangat bervariasi tergantung pada daerah masing-masing.

d. Barong

Barong dalam karakter mitologi Bali adalah raja dari roh-roh. Barong melambangkan kebaikan dari roh-roh ini. Sedangkan kejahatan yang merupakan lawan dari Barong adalah Rangda. Mitologi Bali ini kemudian berkembang menjadi tarian yang mengisahkan pertempuran antara Barong dengan Rangda.

Pada umumnya Barong digambarkan berwujud singa. Namun Barong sendiri sebenarnya memiliki lima bentuk, yaitu babi hutan, harimau, ular atau naga dan singa. Barong yang berbentuk singa sangat terkenal karena Barong inilah yang dijadikan tari untuk hiburan. Tarian Barong menggunakan gamelan sebagai pembukaan.

e. Tari Pendet

Tarian ini dimainkan oleh para perempuan secara berkelompok atau berpasangan. Biasanya ditampilkan secara berbarengan dengan tari Rejang di halaman Pura. Gerakannya dinamis dengan menggunakan pakaian upacara.

f. Tari Rejang

Sama seperti tari Pendet, tarian ini adalah tarian kaum perempuan. Gerekannya lemah gemulai dan dilakukan secara berkelompok di halaman pura. Tari Rejang dikelompokkan berdasarkan:

· Status sosial penari

· Cara menarikannya

· Perlengkapan tarian

g. Tari Legong

Tarian klasik Bali yang memiliki gerakan yang sangat kompleks. Legong sendiri berasal dari kata ‘leg’ yang artinya luwes dan kemudian diartikan sebagai gerakan lemah gemulai. Selain ‘leg’, Legong juga memiliki asal kata yaitu ‘gong’ yang artinya gamelan. Hal inilah yang membuat Legong menggunakan gamelan untuk mengiringi tarian.

Ciri khas dari tari legong adalah pemakaian kipas sebagai aksesoris. Legong sendiri menggunakan lakon-lakon yang terdapat dalam kisah-kisah mitologi Bali antara lain kisah Prabu Lasem, Kisah Subali Sugriwa, Kisah Burung, dsb.

Penari Legong harus dapat mengikuti suara gamelan yang disesuaikan dengan gerak tubuh mereka. Hal yang paling khas dalam tarian Legong adalah saat sang penari menggerakkan tangan dan jari mereka saat melakukan tarian dan saat mata penari bergerak dari kiri ke kanan.

h. Tari Topeng

Topeng merupakan salah satu bentuk dramatari di Bali yang menggunakan cerita-cerita sejarah sebagai bahan tarian. Terdapat 2 jenis topeng dalam tarian ini yaitu:

· Topeng Bungkulan, yaitu topeng yang menutup seluruh muka penari

· Topeng Sibakan, yaitu topeng yang menutup sebagian muka dari dahi hingga rahang)

Adapun jenis-jenis dramatari Topeng yang ada di Bali yaitu:

· Topeng Pajegan. Ditarikan hanya oleh satu orang yang membawakan semua peran. Topeng Pajegan memiliki hubungan yang erat dengan upacara keagamaan sehingga disebut dengan Topeng Wali.

· Topeng Panca. Ditarikan oleh empat atau lima orang penari. Masing-masing memainkan peran yang berbeda-beda.

· Topeng Prembon. Menampilkan tokokh-tokoh yang merupakan campuran dari beberapa dramatari topeng.

B. Seni Vokal

Seni vokal Bali merupakan warisan secara turun temurun dan banyak yang merupakan karya-karya baru. Seni vokal yang merupakan warisan secara turun-temurun adalah seni tembang dan seni karawitan.Terdapat 4 jenis seni tembang dalam masyarakat Bali, yaitu:

a. Gegendingan

Gegendingan merupakan kumpulan berbagai jenis lagu anak-anak yang bersifat permainan. Menggunakan bahasa Bali dan dilengkapi dengan permainan setiap kali lagu dinyanyikan. Beberapa lagu berdiri sendiri tanpa adanya permainan yang mengiringinya.

b. Sekar Agung

Adalah lagu-lagu berbahasa Kawi yang memiliki kaidah-kaidah dalam menyanyikannya. Sekar Agung dinyanyikan dalam upacara-upacara adat maupun agama. Salah satu jenis tembang dalam Sekar Agung adalah Kakawin yang meupakan puisi Bali Klasik. Puisi ini mengambil dasar dari puisi Sanskerta yang diterjemahkan.

c. Sekar Madya

Merupakan nyanyian lagu-lagu pemujaan yang dilakukan dalam upacara adat maupun agama. Tembang-tembang dalam Sekar Madya yang paling terkenal adalah Kidung yang berasal dari Jawa abad XVI sampai XIX.

d. Sekar Alit

Sekar Alit merupakan seni tembang yang terikat oleh hukum Padalingsa yang terdiri dari guru wilang dan guru dingdong. Guru Wilang meruapakan ketentuan yang mengikat jumlah baris dalam lagu serta banyaknya suku kata dalam setiap barisnya. Guru dingdong adalah hukum yang mengatur jatuhnya huruf vokal pada tiap-tiap akhir suku kata.

Suasana

Jenis Tembang

aman, tenang, tentram

Sinom Lawe, Pucung, Mijil, Ginada Candrawati

gembira, riang, meriah

Sinom Lumrah, Sinom Genjek, Sinom Lawe, Ginada Basur, Adri, Megatruh

sedih, kecewa, tertekan

Sinom Lumrah, Sinom Wug Payangan, Semarandana, Ginada Eman-eman, Maskumambang, Demung

marah, tegang,

Durma dan Sinom Lumrah

Dalam Sekar Alit terdapat jenis-jenis tembang yang dikategorikan berdasarkan suasana yang ingin diciptakan, yaitu:

C. Seni Instrumental

Seni instrumental di Bali dikenal dengan seni karawitan, yaitu seni mengolah bunyi benda (instrumen) tradisional Bali. Di Bali sendiri, instrumen tersebut dikenal lewat gamelan atau gambelan.

Tahun 1970 sampai dengan 1990an, seni Karawitan Bali mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dimulai dari penyebaran gamelan ke seluruh Bali lalu munculnya komposisi-komposisi Karawitan Bali yang baru, rumit dan kompleks.

Karena penyebaran gamelan ke seluruh Bali ini, muncul berbagai variasi dalam memainkan gamelan. Akhirnya, gamelan Bali pun dapat diterima di dunia Internasional. Gamelan seperti Gong Kebyar, Semar Pagulingan dan Gender Wayang tersebar hingga ke Eropa, Australia, Jepang, India, Canada hingga ke Amerika Serikat.

Saat ini, semakin banyak instrumen Bali yang bermunculan seperti Geguntangan. Instrumen Bali pun muncul di pertunjukan-pertunjukan besar di dalam maupun luar negeri.

Seni Karawitan pun dibedakan berdasarkan dua daerah, yaitu Bali Utara dan Bali Selatan. Perbedaannya terdapat dalam tempo, dinamika dan ornamentasi dari masing-masing gaya.

Perbedaan antara seni Karawitan Bali Utara dan Selatan:

Daerah/Perbedaan

Tempo

Dinamika

Ornamentasi

Bali Utara

Lebih cepat

Semakin lama semakin kecil terdengarnya

Lebih rumit

Bali Selatan

Lebih lambat

Semakin lama semakin keras

Lebih sederhana

Meskipun terdapat perbedaan tersebut, perkembangan seni Karawitan di Bali nampaknya akan mengalami peleburan menjadi satu. Hal ini dikarenakan para pemusik Bali sudah mulai menyatu dan mengkolaborasikan seni Karawitan ini. Di masa mendatang, akan terus bermunculan berbagai jenis instrumen Bali karena kuatnya keinginan para seniman Bali untuk terus mencoba, mencari dan menggali ide-ide baru dari budaya mereka untuk mengembangkan budaya baru yang dapat memajukan kesenian Bali pada umumnya dan seni Karawatian secara khusus.

Dalam seni karawitan, gamelan merupakan alat musik utama masyarakat Bali. Gamelan dalam masyarakat Bali terdiri dari gamelan angklung, wayang, gong kebyar, jegog dan joged.

· Gamelan Angklung

Permainan gamelan angklung biasanya dilakukan saat upacara-upacara di pura Bali. Gamelan Angklung bagi masyarakat Bali memiliki arti yang sentimental dan tidak dapat tergantikan untuk memberi arti pada upacara adat Bali. Kata angklung sendiri adalah untuk menyebut alat berupa bambu yang digunakan sebagai media keluarnya bunyi-bunyian.

Jumlah angklung yang tersedia di desa-desa Bali berjumlah sekitar 1-2 gamelan per desa.

· Gamelan Wayang

Pertunjukan wayang di Bali selalu dilengkapi dengan Gamelan Wayang. Yang menarik dari gamelan wayang ini adalah sang musisi harus mengikuti cerita wayang kemudian menyesuaikan dengan nada-nada yang ia keluarkan lewat gamelan. Ia pun harus siap dengan perubahan mendadak dalam pertunjukan.

Pada pertunjukan wayang umumnya, terdapat 4 pemain gamelan yang mengiringi. Namun pada pertunjukan khusus, seperti wayang yang mengisahkan tentang Ramayana, terdapat 4 pemain gamelan disertai drum, gong berukuran besar dan gong berukuran kecil.

· Gamelan Gong Kebyar

Pertunjukan Gamelan Gong Kebyar lahir pada tahun 1920an yang terinspirasi dari kebebasan individu. Prinsip ini diciptakan oleh penari Bali bernama Maria dari desa Tabanan yang menarikan koreografer tarian yang bebas tanpa mengikuti aturan yang telah ada. Dari sinilah, muncul tari lepas, sebuah tarian yang memiliki kebebasan untuk mengekspresikan gerakan. Tari lepas ini kemudian diiringi dengan permainan Gamelan Kebyar Duduk. Karena perkembangan yang terus terjadi lewat tari lepas, instrumen gamelan yang mengiringinya pun makin kompleks sehingga saat ini Gamelan Gong Kebyar pun digunakan untuk mengirinya. Permainan gamelan ini biasanya dilakukan saat festival gong. Dilakukan oleh 2 grup dengan jumlah 8 pemain. Festival ini pun sudah dilakukan bertahun-tahun untuk melestarikan budaya ini.

· Gamelan Jegog

Gamelan Jegog diciptakan oleh para musisi lokal Bali dengan menggunakan bahan dasar berupa bambu. Gamelan ini menggunakan mambu dengan panjang 3 meter dan diameter 60-65 cm. Karena ukurannya yang sangat besar, pemain Gamelan Jegog harus duduk di atas instrumen ini untuk memainkannya.

Gamelan ini biasanya dimainkan saat Mabarung (kompetisi Gamelan Jegog). Permainan ini paling populer di Jembrana, desa Tegalcangkering dan Sangkaragung. Setiap malam di desa ini dapat ditemukan grup Gamelan Jegog yang sedang latihan di jalan-jalan pedesaan.

· Gamelan Joged

Asal mula dari Gamelan Joged dan melodinya adalah sebuah misteri yang belum diketahui oleh masyarakat Bali hingga sekarang, bahkan oleh para musisinya. Beberapa lagu yang dimainkan lewat Gamelan Joged ada yang berasal dari lagu populer Bali dan ada pula yang merupakan ciptaan para musisi lokal Bali.

Permainan gamelan ini dapat ditemukan di Gianyar dan Sanur saat malam hari untuk pertunjukan. Biasanya gamelan ini dimainkan untuk acara pribadi saat keluarga Bali mengadakan acara dalam komunitas mereka.

D. Seni Patung

Seni patung Bali terdiri dari par\tung-patung bercorak megalitik yang berasal dari zaman pra Hindu, arca dewa-dewa, patung bertemakan tokoh dari cerita Ramayana dan Mahabrata.

Seni patung Bali sudah menjadi tradisi yang dirintis oleh I Nyoman Tjokot sekitar tahun 1940-an. Beliau memanfaatkan akar-akar kayu yang diambil dari bekas tembangan di hutan yang tidak terpakai.

Hingga sekarang, karya para pematung Bali masih banyak yang menggunakan bahan-bahan tradisional seperti kayu waru, sonokeling, suar, jati, mahoni, dsb.Bahkan beberapa pematung Bali menggunakan sisa-sisa kayu untuk bahan patung mereka. Adapula yang menggunakan kayu setengah terbakar untuk menimbulkan efek magis.

Meskipun memiliki keunikan dari coraknya, seni patung Bali dibanding jenis kesenian lainnya kurang berkembang sekarang ini. Pematung Bali jarang yang ada dikenal dan meskipun banyak karya patung Bali yang sudah menjadi barang ekspor-impor, namun keberadaan hasil karya mereka banyak yang akhirnya ditiru oleh bangsa lain.

Contoh terakhir yang membanggakan dari seni patung Bali ada Garuda Wisnu Kencana.

E. Seni Relief

Batu merupakan sarana yang paling banyak digunakan, biak untuk batu keras, batu kali aupun batu padas. Seni relief merupakan seni yang memiliki cerita. Hal ini menyebabkan seni relief biasanya berseri atau memiliki cerita yang saling berkaitan. Biasanya cerita pada relief merupakan pesan-pesan kebajikan atau pantangan/dosa yang harus dihindari manusia. Selain itu, terdapat relief yang dipahatkan di pintu, tiang rumah dan patung-patung bertemakan alam.

Seperti pada relief umumnya, gambaran manusia berburu, memancing dan sebagainya merupakan salah satu penggambaran yang dapat ditemukan di relief Bali. Namun keistimewaan dari relief Bali adalah kisah pewayangan yang diambil dari kisah Mahabharata maupun Ramayana. Relief Bali juga dipengaruhi oleh ornamen Cina meskipun kebanyakan ornamen-ornamen relief Bali dating dari Jawa.

Seni relief modern Bali dapat ditemukan di Kabupaten Gianyar yang dibuat oleh Drs. Kt. Wiasa yang membuat karya relief dari kayu untuk produk interior. Dengan usahanya, beliau mendapatkan kesempatan untuk mengekspor produk-roduk relief Bali ini.

F. Seni Drama

Terdapat 2 jenis seni drama di Bali, yaitu:

a. Drama Gong

Drama Gong adalah seni drama Bali yang merupakan campuran antara unsur-unsur drama modern dengan unsur-unsur tradisional. Karena itu, usia dari Drama Gong terhitung relatif muda. Nama Drama Gong didapatkan karena setiap kali pertunjukan drama ini, selalu diiringi dengan gong. Drama ini diciptakan oleh Anak Agung Gede Raka Payadnya dari desa Abianbase, Kabupaten Gianyar sekitar tahun 1966.

Unsur-unsur modern yang terdapat dalam Drama Gong adalah tata dekorasi, penggunaan sound effect, pelajaran akting dan tata busana. Cerita yang dilakonkan dalam Drama Gong umumnya merupakan cerita-cerita romantis.

Dalam drama ini, para pemain menggunakan baju tradisional Bali. Pementasannya biasa saat upacara adat dan agama yang kemudian berkembang menjadi drama komersial yang mengharuskan seseorang membayar tiket untuk dapat menontonnya.

b. Drama Klasik

Drama ini adalah pementasan klasik dari cerita-cerita pewayangan Bali. Perbedaan antara Drama Klasik dengan Drama Gong adalah penggunaan gamelan. Jika pada Drama Gong penggunaan gamelan adalah sebagai pengiring, berbeda dengan Drama Klasik dimana penggunaan gong hanya sebagai pengisi kekosongan. Selain itu, pemain-pemain gong tidak berada di panggung, melainkan dibelakang panggung dan tidak terlihat penonton.

Pementasan Drama Klasik sangat singkat, hanya sekitar 2 jam. Berbeda dengan Drama Gong yang dipentaskan selama seharian. Kostum yang digunakan pun disesuaikan dengan peran yang dimainkan. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan bias juga dengan Bahasa Bali.

G. Seni Lukis dan Gambar

Seni lukis Bali baru dikenal sekitar abad ke-11, ditemukan oleh Raja Anak Wungsu. Seni Lukis Bali pada awalnya terlihat pada naskah-naskah kuno yang menceritakan legenda-legenda.

Fungsi dari seni lukis Bali pada awalnya adalah untuk kepentingan adat, khususnya di Pura (sebagai hiasan). Selain itu, seni lukis ini juga digunakan untuk ritual agama, menghias tempat tinggal raja dan untuk balai adat. Lukisan-lukisan dewa-dewi, cerita Mahabrata dan Ramayana menjadi tema lukisan-lukisan pada awal abad ke-11 ini. Kemudian tema lain pun digunakan, seperti alam, sejarah, adat, agama hingga kebudayaan luar Bali dari Jawa, India dan Cina. Pada perkembangannya, lukisan-lukisan di Bali banyak yang memiliki unsur simbolis magis dan lukisan-lukisan naturalis.

Dengan masuknya Belanda ke Bali pada awal abad ke-20, seni lukis Bali mengalami percampuran budaya. Hal ini dibuktikan dengan lukisan-lukisan pelukis Belanda, Walter Spies yang kemudian unsur-unsurnya banyak yang menyebar ke pelukis-pelukis Bali. Alhasil, percampuran budaya ini memajukan seni lukis Bali, membuatnya semakin berkembang dan saling mengisi, terutama ke gaya lukisan Bali.

Keunikan utama dari seni lukis Bali tidak lain adalah unsur eksotis dan terkadang diskriminatif yang tentu saja membawa kontroversi. Bali sendiri dipandang memiliki jalur seni lukis yang sangat berbeda dengan daerah-daerah lain di Indonesia.

H. Seni Rias

Seni rias di Bali menjadi salah satu daya tarik wisata Bali. Keunikannya terletak pada kesakralan yang dapat dengan mudah dilihat pada penari-penari Bali. Selain itu, seni rias Bali juga dapat dilihat pada pegantin-pegantin Bali.

Seni rias Bali mengalami perkembangan yang signifikan namun tetap menunjukkan keunikannya. Hal ini dilihat dari banyaknya bisnis tata rias Bali yang dikelola oleh kaum muda Bali. Bahkan ada pula pelajar-pelajar asing yang sengaja datang ke Bali untuk belajar tata rias Bali. Seni rias ini banyak diminati oleh turis domestik maupun mancanegara, khususnya mereka yang ingin mengadakan pernikahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar