Kamis, 08 Oktober 2009

NATIONAL HEROISM "Hak Azazi Manusia"

Bab I

Pendahuluan

Latar Belakang

Latar belakang dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi keingintahuan pembaca dan kami sendiri mengenai apa itu definisi hak asasi manusia, dan mengapa kita mempelajari hak asasi manusia, serta bagaimana hak asasi manusia begitu berpengaruh dalam kehidupan kita.

Kami membuat makalah ini sebagai kumpulan dari hasil pembelajaran kami mengenai hak asasi manusia. Setelah melakukan penelitian kasus dan pencarian data-data mengenai hak asasi manusia, akhirnya kami merangkum informasi-informasi yang telah kami dapatkan, untuk menjadi makalah ini.

Dengan banyaknya kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia di negara kita tercinta ini, kami berharap dengan membahas mengenai hak asasi manusia, kami dapat menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya hak asasi manusia, dan betapa pentingnya menghormati hak asasi manusia kita sendiri maupun orang lain. Dengan menghargai hak asasi manusia, niscaya akan tercipta tenggang rasa, saling menghargai, dan kerukunan antar sesama umat manusia. Kerukunan dan kedamaian tentunya menjadi impian setiap orang di dunia.

Oleh karena kami membuat makalah ini agar dimengerti oleh masyarakat, maka kami juga menyertakan contoh kasus mengenai hak asasi manusia, agar kasus tersebut dapat dianalisa, maupun dijadikan pertimbangan mengenai hak asasi manusia.

Kami pun berharap agar dengan adanya makalah ini, dapat membantu masyarakat untuk mengetahui lebih jelas tentang apa itu hak asasi manusia, dan bagaimana mengenali suatu tindakan sebagai salah satu tindakan pelanggaran hak asasi manusia, agar kemudian dapat mencegah suatu pelanggaran berat. Kami berharap dengan informasi yang ada di makalah ini, maka apabila ada kasus pelanggaran hak asasi manusia, dapat segera dikenali dan dicegah secepatnya agar tidak menghasilkan dampak yang lebih buruk.

Permasalahan

Kasus-kasus yang bersangkutan dengan hak asasi manusia banyak terjadi dalanm kehidupan sehari-hari, seringkali cukup kejam, dan terkadang bahkan memakan korban jiwa. hal ini mungkin disebabkan karena pengertian masyarakat yang kurang mengenai hak asasi manusia, sehingga terkadang ada orang yang sembarangan memukul jika sedang kesal, karena ia tidak mengerti bahwa setiap manusia memiliki hak untuk bebas dan hidup sejahtera, tanpa penyiksaan.

Tujuan dan manfaat

    • Mengumpulkan informasi mengenai hak asasi manusia
    • Sarana untuk menuangkan ide dan pendapat kami mengenai hak asasi manusia
    • Menyediakan sarana informasi untuk mesyarakat mengenai hak asasi manusia, dan membantu pembaca untuk turut berpendapat mengenai hak asasi manusia.

Tinjauan pustaka

Buku Refleksi Filosofis atas Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

oleh James W. Nickel

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia-wikisource

www.hakasasimanusia.com

Kerusuhan Mei 1998/www.google.com

Kasus Munir/www.google.com

kerusuhan Tibet/www.google.com

Pengertian Hak Asasi Secara Umum

Secara umum hak asasi manusia adalah satu dengan harkat dan martabat serta kodrat manusia, oleh sebab itu disebut juga sebagai hak dasar.

Hak itu ada pada setiap manusia dan merupakan sifat kemanusiaan. Dalam Tap.MPR No.XVII/MPR/1988 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan, bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi unutk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia, dan masyarakat yang tidak boleh di abaikan, dirampas, atau diganggu gugat oleh siapapun.

Jadi, segala hak yang berakar dari martabat, harkat, serta kodrat manusia adalah hak yang lahir bersama manusia itu. Hak ini bersifat universal, berlaku di mana saja, kapan saja, dan untuk siapa saja. Hak itu tidak tergantung pada pengakuan manusia, negara, dan masyarakat lain. Hak ini diperoleh manusia dari Penciptanya dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.

Perkembangan atas pengakuan hak asasi manusia berjalan secara perlahan dan beranekaragam, antara lain dapat disebut Magna Charta (1215), Bill of Right (1689) di Inggris. Dalam abad ke- 18 timbul ajaran yang menyatakan bahwa kekuasaan raja dibatasi oleh hak warga Negara, yang utama adalah hak kemerdekaan yang ada pada setiap warga Negara, sedangkan kekuasaan raja adalah nomor dua, karena bertugas untuk melindungi hak kebebasan warga negaranya. Ajaran inilah yang memberi semangat terhadap “Declaration of Independence of the United States” tahun 1776. Perkembangan di Amerika itu mempengaruhi “Declaration des Droits de I Homme et du Citoyen” (1789) di Perancis yang menyatakan, bahwa semua manusia lahir bebas dan tetap tinggal bebas dengan hak sama. Atas dasar pernyataan itu, maka diproklamirkan hak asasi manusia dan warga negara secara rinci. Puncak kesadaran akan hak asasi manusia terdapat`dalam Piagam “Universal Declaration of Human Right” (1948) di PBB, meskipun kadang kala tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, termasuk di negara-negara maju. Kalaupun ada negara yang tidak memasukkan hak asasi tersebut dalam peraturan perundang-undangan nasionalnya dengan berbagai sebab, namun secara moral Piagam PBB itu mengikat. Pengurangan atau peniadaan hak tersebut di berbagai negara, oeleh negara yang bersangkutan diberi alas an keadaan istimewa yang memaksa, antara alain keamanan, pertahanan, ketertiban, atau dalih lainnya.

Istilah “Hak Asasi” memang tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945, namun substansi hak asasi itu cukup banyak terdapat dalam pembukaan, Batang Tubuh, maupun Penjelasannya. Hendaklah diperhatikan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, tiga tahun lebih dahulu daripada “Universal Declaration of Human Right” tahun 1948. namun demikian dalam perjalanan sejarah pemerintahan Indonesia, khususnya dalam zaman orde baru pelaksanaan hak asasi manusia kurang memuaskan sesuai dengan UUD 1945, sehingga kurang dapat mengikuti perkembangan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, setela rezim Soeharto dengan memasuki tuntutan reformasi, maka lembaga tertinggi negara (MPR) telah merumuskan hak asasi manusia itu dlam ketetapan, yang kemudian ditetapkan dalam Perubahan kedua UUD 1945.

Dalam Ketetapan MPR NO.XVII/MPR/1988 tentang Hak Asasi Manusia dengan sistematikanya, yaitu sebagai berikut.

1. Pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap hak asasi manusia

2. Piagam hak asasi manusia.

Dalam ketetapan MPR tersebut telah dinyatakan bahwa usaha bangsa Indonesia merumuskan Hak Asasi Manusia, khususnya setelah kemerdekaan, yaitu sebagai berikut :

1. Dalam Pembukaan UUD 1945 telah dinyatakan : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus d ihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” UUD 1945 menetapkan aturan dasar yang sangat pokok. Termasuk hak asasi manusia.

2. Rumusan hak asasi manusia dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia secara eksplisit juga telah dicantumkan dalam Undang-Undang dasar Republik Indonesia Serikat dan Undang-Undang Dasar Sementara 1950. kedua konstitusi itu mencantumkan secara rinci ketentuan-ketentuan mengenai hak asasi manusia. Dalam bidang konstituante upaya untuk merumuskan naskah tentang hak asasi manusia juga telah dilakukan.

3. Denagn tekad untuk melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, maka pada sidang MPR tahun 1966 telah ditetapkan Tap.MPRS No.XIV/MPRS/1966 tentang Pembentukan Panitia Ad Hoc untuk menyiapkan dokumen rancangan Piagam hak asasi manusia dan hak-hak serta kewajiban warga negara. Rencana pada sidang MPR tahun 1968 akan dibahas, tetapi sidang MPR 1968 tidak jadi membahas karena masalah yang mendesak berkaitan dengan rehabilitas dan konsolidasi nasional setelah G30S/PKI.

4. Berdasarkan Keppres No. 50 tahun 1993 dibentuklah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang mendapat tanggapan positif dari masyarakat sehingga mendorong bangsa Indonesia untuk segera merumuskan hak asasi manusia menurut sudut pandang bangsa Indonesia

Dalam Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia telah dinyatakan pula sikap dan pandangan bangsa Indonesia terhadap “Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Right) PBB tahun 1948, bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota PBB mempunyai tanggung jawab unutk menghormati ketentuan yang tercantum dalm deklarasi tersebut. Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia yang ditetapkan oleh MPR dengan Tap. MPR No.XVII/MPR/1988 terdiri atas 10 bab dengan 44 pasal, yaitu sebagai berikut.

1. Hak untuk hidup

2. Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan

3. Hak Mengembangkan Diri

4. Hak Keadilan

5. Hak Kemerdekaan

6. Hak atas Kebebasan Informasi

7. Hak Keamanan

8. Hak Kesejahteraan

9. Kewajiban

10. Perlindungan dan Kemajuan

Materi hak asasi manusia ditetapkan kembali dalam Perubahan Kedua UUD 1945 dengan membuat suatu bab tersendiri, yaitu tentang hak asasi manusia yang terdiri atas 10 pasal (pasal 28a, 28b, 28c, 28d, 28e, 28f, 28g, 28h, 28i, 28j). Disamping pasal tentang hak asasi tersebut di atas Perubahan Kedua UUD 1945 telah merubah Pasal 30, yaitu tentang Pertahanan dan Keamanan Negara. Sedangkan ketentuan tentang agama (Pasal 29), pendidikan dan kebudayaan (Pasal 31), perekonomian nasional dan kesejahteraan social (pasal 33), dibahas dalam sidang tahunan MPR 2002. hasilnya Pasal 29 tetap seperti aslinya, sedangkan pasal yang lain mengalami perubahan.

Pernyataan Umum tentang hak-hak Asasi Manusia Mukadimah

Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan dan perdamaian di dunia. Majelis Umum dengan ini memproklamasikan Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia sebagai satu standar umum keberhasilan untuk semua bangsa dan semua negara, dengan tujuan agar setiap orang dan setiap badan dalam masyarakat dengan senantiasa mengingat Pernyataan ini, akan berusaha dengan jalan mengajar dan mendidik untuk menggalakkan penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan tersebut, dan dengan jalan tindakan-tindakan progresif yang bersifat nasional maupun internasional, menjamin pengakuan dan penghormatannya secara universal dan efektif, baik oleh bangsa-bangsa dari Negara-Negara Anggota sendiri maupun oleh bangsa-bangsa dari daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan hukum mereka.

Berikut ini adalah pasal-pasal tentang Hak Asasi Manusia menurut Mukadimah

Pasal 1

Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan.

Pasal 2

Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Pernyataan ini tanpa perkecualian apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain.

Di samping itu, tidak diperbolehkan melakukan perbedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang merdeka, yang berbentuk wilayah-wilayah perwalian,

jajahan atau yang berada di bawah batasan kedaulatan yang lain.

Pasal 3

Setiap orang berhak atas penghidupan, kebebasan dan keselamatan individu.[

Pasal 4

Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan, perbudakan dan perdagangan budak dalam bentuk apapun mesti dilarang.

Pasal 5

Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya.

Pasal 6

Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai pribadi di mana saja ia berada.

Pasal 7

Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Pernyataan ini dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam itu.

Pasal 8

Setiap orang berhak atas bantuan yang efektif dari pengadilan nasional yang kompeten untuk tindakan pelanggaran hak-hak dasar yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dasar atau hukum.

Pasal 9

Tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang.

Pasal 10

Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak atas pengadilan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan tidak memihak, dalam menetapkan hak dan kewajiban-kewajibannya serta dalam setiap tuntutan pidana yang dijatuhkan kepadanya.

Pasal 11

Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu pelanggaran hukum dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum dalam suatu pengadilan yang terbuka, di mana dia memperoleh semua jaminan yang diperlukan untuk pembelaannya. Tidak seorang pun boleh dipersalahkan melakukan pelanggaran hukum karena perbuatan atau kelalaian yang tidak merupakan suatu pelanggaran hukum menurut undang-undang nasional atau internasional, ketika perbuatan tersebut dilakukan. Juga tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman lebih berat daripada hukuman yang seharusnya dikenakan ketika pelanggaran hukum itu dilakukan.

Pasal 12

Tidak seorang pun dapat diganggu dengan sewenang-wenang urusan pribadinya, keluarganya, rumah-tangganya atau hubungan surat-menyuratnya, juga tak diperkenankan pelanggaran atas kehormatannya dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan atau pelanggaran seperti itu.

Pasal 13

Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas setiap negara. Setiap orang berhak meninggalkan sesuatu negeri, termasuk negerinya sendiri, dan berhak kembali ke negerinya.

Pasal 14

Setiap orang berhak mencari dan menikmati suaka di negeri lain untuk melindungi diri dari pengejaran. Hak ini tidak berlaku untuk kasus pengejaran yang benar-benar timbul karena kejahatan-kejahatan yang tak berhubungan dengan politik, atau karena perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan tujuan dan dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pasal 15

Setiap orang berhak atas sesuatu kewarga-negaraan.Tidak seorang pun dengan semena-mena dapat dicabut kewarga-negaraannya atau ditolak haknya untuk mengganti kewarga-negaraan.

Pasal 16

Pria dan wanita yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarga-negaraan atau agama, berhak untuk nikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan pada saat perceraian.

Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai Keluarga adalah kesatuan alamiah dan fundamental dari masyarakat dan berhak mendapat perlindungan dari masyarakat dan Negara.

Pasal 17

Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Tak seorang pun boleh dirampas hartanya dengan semena-mena.

Pasal 18

Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya, mempraktekkannya, melaksanakan ibadahnya dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.

Pasal 19

Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas (wilayah).

Pasal 20

Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai.

Tidak seorang pun boleh dipaksa untuk memasuki sesuatu perkumpulan.

Pasal 21

Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas. Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negerinya. Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kehendak ini harus dinyatakan dalam pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala dan jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan yang tidak membeda-bedakan, dan dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara-cara lain yang menjamin kebebasan memberikan suara.

Pasal 22

Setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak atas jaminan sosial dan berhak melaksanakan dengan perantaraan usaha-usaha nasional dan kerjasama internasional, dan sesuai dengan organisasi serta sumber-sumber kekayaan dari setiap Negara, hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaan yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya.

Pasal 23

Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil serta baik, dan berhak atas perlindungan dari pengangguran. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama. Setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan yang adil dan baik yang menjamin kehidupannya dan keluarganya, suatu kehidupan yang pantas untuk manusia yang bermartabat, dan jika perlu ditambah dengan perlindungan sosial lainnya. Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya.

Pasal 24

Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan, termasuk pembatasan-pembatasan jam kerja yang layak dan hari libur berkala, dengan menerima upah.

Pasal 25

Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatannya serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda, mencapai usia lanjut atau mengalami kekurangan mata pencarian yang lain karena keadaan yang berada di luar kekuasaannya.

Para ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama.

Pasal 26

Setiap orang berhak mendapat pendidikan. Pendidikan harus gratis, setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan jurusan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan pengajaran tinggi harus secara adil dapat diakses oleh semua orang, berdasarkan kepantasan. Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan asasi. Pendidikan harus menggalakkan saling pengertian, toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras maupun agama, serta harus memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memelihara perdamaian.

Orang-tua mempunyai hak utama untuk memilih jenis pendidikan yang akan diberikan kepada anak-anak mereka.

Pasal 27

Setiap orang berhak untuk turut serta dengan bebas dalam kehidupan kebudayaan masyarakat, untuk mengecap kenikmatan kesenian dan berbagi dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan manfaatnya.

Setiap orang berhak untuk memperoleh perlindungan atas kepentingan-kepentingan moril dan material yang diperoleh sebagai hasil dari sesuatu produksi ilmiah, kesusasteraan atau kesenian yang diciptakannya.

Pasal 28

Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial dan internasional di mana hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang termaktub di dalam Pernyataan ini dapat dilaksanakan sepenuhnya.

Pasal 29

Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakat tempat satu-satunya di mana ia memperoleh kesempatan untuk mengembangkan pribadinya dengan penuh dan leluasa.

Dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya, setiap orang harus tunduk hanya pada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil dalam hal kesusilaan, ketertiban dan kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis. Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini dengan jalan bagaimana pun sekali-kali tidak boleh dilaksanakan bertentangan dengan tujuan dan dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pasal 30

Tidak satu pun di dalam Pernyataan ini boleh ditafsirkan memberikan sesuatu Negara, kelompok ataupun seseorang, hak untuk terlibat di dalam kegiatan apa pun atau melakukan perbuatan yang bertujuan untuk merusak hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang mana pun yang termaktub di dalam Pernyataan ini dan manusia yang ingin hak asasinya diakui juga tidak boleh mengabaikan kewajiban asasi yang timbul bersamaan dengan hak tersebut.karena kedua hal tersebut selalu beriringan.

Keputusan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Pemahaman Hak Asasi Manusia Bagi Indonesia

1. Hak asasi merupakan hak dasar selurnh umat manusia tanpa ada perbedaan. Mengingat hak dasar merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, maka pengertian hak asasi manusia adalah hak sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia.

2. Setiap manusia diakni dan dihormati mempunyai hak asasi yang sama tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit, kebangsaan, agama, usia, pandangan politik, status sosial, dan bahasa serta status lain. Pengabaian atau perampasannya, mengakibatkan hilangnya harkat dan martabat sebagai manusia, sehingga kurang dapat mengembangkan diri dan peranannya secara utuh.

3. Bangsa Indonesia menyadari bahwa hak asasi manusia bersifat historis dan dinamis yang pelaksanaannya berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. Dibawah ini Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia :

1. Hak asasi pribadi / personal Right

- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat

- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat

- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan

- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing

2. Hak asasi politik / Political Right

- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan

- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan

- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya

- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi

3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right

- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan

- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns

- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum

4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths

- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli

- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak

- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll

- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu

- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak

5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights

- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan

- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.

6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right

- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan

- Hak mendapatkan pengajaran

- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat

Refleksi filosofis atas Deklarasi universal Hak Asasi Manusia

Ide kontemporer tentang Hak Asasi Manusia

1. PBB dan Hak Asasi Manusia

Ide tentang hak asasi manusia yang berlaku saat ini merupakan senyawa yang dimasak di kancah Perang Dunia II. Selama perang tersebut, dipandang dari segi apa pun akan terlihat bahwa satu aspek berbahaya dari pemerintahan Hitler adalah tiadanya perhatian terhadap kehidupan dan kebebasan manusia. Karenanya, perang melawan kekuatan Poros dibela dengan mudah dari segi perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan yang mendasar. Negara Sekutu menyatakan di dalam "Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa" (Declaration by United Nations) yang terbit pada 1 Januari 1942, bahwa kemenangan adalah "penting untuk menjaga kehidupan, kebebasan, independensi dan kebebasan beragama, serta untuk mempertahankan hak asasi manusia dan keadilan."

Dalam pesan berikutnya yang ditujukan kepada Kongres, Presiden Franklin D. Roosevelt mengidentifikasikan empat kebebasan yang diupayakan untuk dipertahankan di dalam perang tersebut: kebebasan berbicara dan berekspresi, kebebasan beragama, kebebasan dari hidup berkekurangan, dan kebebasan dari ketakutan akan perang.

Pembunuhan dan kerusakan dahsyat yang ditimbulkan Dunia II menggugah suatu kebulatan tekad untuk melakukan sesuatu guna mencegah perang, untuk membangun sebuah organisasi internasional yang sanggup meredakan krisis internsional serta menyediakan suatu forum untuk diskusi dan mediasi. Organisasi ini adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa / PBB, yang telah memainkan peran utama dalam pengembangan pandangan kontemporer tentang hak asasi manusia.

Para pendiri PBB yakin bahwa pengurangan kemungkinan perang mensyaratkan adanya pencegahan atas pelanggaran besar-besaran terhadap hak-hak manusia. Lantaran keyakinan ini, konsepsi-konsepsi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang paling awal pun bahkan sudah memasukkan peranan pengembangan hak asasi manusia dan kebebasan. Naskah awal Piagam PBB (1942 dan 1943) memuat ketentuan tentang hak asasi manusia yang harus dianut oleh negara manapun yang bergabung di dalam organisasi tersebut, namun sejumlah kesulitan muncul berkenaan dengan pemberlakuan ketentuan semacam itu. Lantaran mencemaskan prospek kedaulatan mereka, banyak negara bersedia untuk "mengembangkan" hak asasi manusia namun tidak bersedia "melindungi" hak itu.

Akhirnya diputuskan untuk memasukkan sedikit saja acuan tentang hak asasi manusia di dalam Piagam PBB (UN Charter), di samping menugaskan Komisi Hak Asasi Manusia (Commission on Human Rights) -- komisi yang dibentuk PBB berdasarkan sebuah ketetapan di dalam piagam tersebut -- untuk menulis sebuah pernyataan internasional tentang hak asasi manusia. Piagam itu sendiri menegaskan kembali "keyakinan akan hak asasi manusia yang mendasar, akan martabat dan harkat manusia, akan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan serta antara negara besar dan negara kecil." Para penandatangannya mengikrarkan diri untuk "melakukan aksi bersama dan terpisah dalam kerja sama dengan Organisasi ini "untuk memperjuangkan" penghargaan universal bagi, dan kepatuhan terhadap, hak asasi manusia serta kebebasan-kebebasan mendasar untuk seluruh manusia, tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama."

Komisi Hak Asasi Manusia mempersiapkan sebuah pernyataan internasional tentang hak asasi manusia yang disetujui oleh Majelis Umum pada tanggal 10 Desember 1948. Pernyataan ini, yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi manusia (Universal Declaration of Human Rights), diumumkan sebagai "suatu standar pencapaian yang berlaku umum untuk semua rakyat dan semua negara" Hak-hak yang disuarakannya disebarkan lewat "pengajaran dan pendidikan" serta lewat "langkah1angkah progresif, secara nasional dan internasional, guna menjamin pengakuan, dan kepatuhan yang bersifat universal dan efektif terhadapnya."

Dua puluh satu pasal pertama Deklarasi tersebut menampilkan hak-hak yang sama dengan yang terdapat di dalam Pernyataan Hak Asasi Manusia (Bill of Rights) yang termaktub di dalam Konstitusi Amerika Serikat sebagaimana yang telah diperbarui saat ini. Hak-hak sipil dan politik ini meliputi hak atas perlindungan yang sama dan tidak pandang bulu, perlindungan hukum dalam proses peradilan, privasi dan integritas pribadi, serta partisipasi politik. Namun pasal 22 sampai 27 menciptakan kebiasaan baru. Pasal-pasal ini mengemukakan hak atas tunjangan ekonomi dan sosial seperti jaminan sosial -- suatu standar bagi kehidupan yang layak -- dan pendidikan. Hak-hak ini menegaskan bahwa, sesungguhnya, semua orang mempunyai hak atas pelayanan-pelayanan dari negara kesejahteraan.

Hak asasi manusia, sebagaimana yang dipahami di dalam dokumen-dokumen hak asasi manusia yang muncul pada abad kedua puluh seperti Deklarasi Universal, mempunyai sejumlah ciri menonjol. Pertama, supaya kita tidak kehilangan gagasan yang sudah tegas, hak asasi manusia adalah hak. Makna istilah ini tidak jelas -- dan akan menjadi salah satu obyek penelitian saya -- namun setidaknya kata tersebut menunjukkan bahwa itu adalah norma-norma yang pasti dan memiliki prioritas tinggi yang penegakannya bersifat wajib.

Kedua, hak-hak ini dianggap bersifat universal, yang dimiliki oleh manusia semata-mata karena ia adalah manusia. Pandangan ini menunjukkan secara tidak langsung bahwa karakteristik seperti ras, jenis kelamin, agama, kedudukan sosial, dan kewarganegaraan tidak relevan untuk mempersoalkan apakah seseorang memiliki atau tidak memiliki hak asasi manusia. Ini juga menyiratkan bahwa hak-hak tersebut dapat diterapkan di seluruh dunia. Salah satu ciri khusus dari hak asasi manusia yang berlaku sekarang adalah bahwa itu merupakan hak internasional. Kepatuhan terhadap hak serupa itu telah dipandang sebagai obyek perhatian dan aksi internasional yang sah.

Ketiga, hak asasi manusia dianggap ada dengan sendirinya, dan tidak bergantung pada pengakuan dan penerapannya didalam sistem adat atau sistem hukum di negara-negara tertentu. Hak ini boleh jadi memang belum merupakan hak yang efektif sampai ia dijalankan menurut hukum, namun hak itu eksis sebagai standar argumen dan kritik yang tidak bergantung pada penerapan hukumnya.

Keempat, hak asasi manusia dipandang sebagai norma-norma yang penting. Meski tidak seluruhnya bersifat mutlak dan tanpa perkecualian, hak asasi manusia cukup kuat kedudukannya sebagai pertimbangan normatif untuk diberlakukan di dalam benturan dengan norma-norma nasional yang bertentangan, dan untuk membenarkan aksi internasional yang dilakukan demi hak asasi manusia. Hak-hak yang dijabarkan di dalam Deklarasi tersebut tidak disusun menurut prioritas; bobot relatifnya tidak disebut. Tidak dinyatakan bahwa beberapa di antaranya bersifat absolut. Dengan demikian hak asasi manusia yang dipaparkan oleh Deklarasi itu adalah sesuatu yang oleh para filsuf disebut sebagai prima facie rights.

Kelima, hak-hak ini mengimplikasikan kewajiban bagi individu maupun pemerintah. Adanya kewajiban ini, sebagaimana halnya hak-hak yang berkaitan dengannya, dianggap tidak bergantung pada penerimaan, pengakuan, atau penerapan terhadapnya. Pemerintah dan orang-orang yang berada di mana pun diwajibkan untuk tidak melanggar hak seseorang, kendati pemerintah dari orang tersebut mungkin sekaligus memiliki tanggung jawab utama untuk mengambil langkah-langkah positif guna melindungi dan menegakkan hak-hak orang itu.

Akhirnya, hak-hak ini menetapkan standar minimal bagi praktek kemasyarakatan dan kenegaraan yang layak. Tidak seluruh masalah yang lahir dari kekejaman atau pementingan diri sendiri dan kebodohan merupakan problem hak asasi manusia. Sebagai misal, suatu pemerintah yang gagal untuk menyediakan taman-taman nasional bagi rakyatnya memang dapat dikecam sebagai tidak cakap atau tidak cukup memperhatikan kesempatan untuk rekreasi, namun hal tersebut tidak akan pernah menjadi persoalan hak asasi manusia.

Meski hak asasi manusia dianggap menetapkan standar minimal, deklarasi-deklarasi kontemporer tentang hak asasi manusia cenderung untuk mencantumkan hak dalam jumlah yang banyak dan bersifat khusus, dan bukannya sedikit serta bersifat umum. Deklarasi Universal menggantikan tiga hak umum yang diajukan oleh Locke -- yakni hak atas kehidupan, kebebasan, dan kekayaan pribadi -- dengan sekitar Hak Asasi Manusia dua lusin hak khusus. Di antara hak-hak sipil dan politik yang dicanangkan adalah hak untuk bebas dari diskriminasi; untuk memiliki kehidupan, kebebasan, dan keamanan; untuk bebas beragama; untuk bebas berpikir dan berekspresi; untuk bebas berkumpul dan berserikat; untuk bebas dari penganiayaan dan hukuman kejam; untuk menikmati kesamaan di hadapan hukum; untuk bebas dari penangkapan secara sewenang-wenang; untuk memperoleh peradilan yang adil; untuk mendapat perlindungan terhadap kehidupan pribadi (privasi); dan untuk bebas bergerak. Hak sosial dan ekonomi di dalam Deklarasi mencakup hak untuk menikah dan membentuk keluarga, untuk bebas dari perkawinan paksa, untuk memperoleh pendidikan, untuk mendapatkan pekerjaan, untuk menikmati standar kehidupan yang layak, untuk istirahat dan bersenang-senang, serta untuk memperoleh jaminan selama sakit, cacat, atau tua.

Deklarasi Universal menyatakan bahwa hak-hak ini berakar di dalam martabat dan harkat manusia, serta di dalam syarat-syarat perdamaian dan keamanan domestik maupun internasional. Dalam penyebarluasan Deklarasi Universal sebagai sebuah. "standar pencapaian yang bersifat umum," PBB tidak bermaksud untuk menjabarkan hak-hak yang telah diakui di mana-mana atau untuk mengundangkan hak-hak ini di dalam hukum intemasional. Justru Deklarasi tersebut mencoba untuk mengajukan norma-norma yang ada di dalam moralitas-moralitas yang sudah mengalami pencerahan. Meski tujuan sejumlah besar partisipan Deklarasi itu adalah untuk menampilkan hak-hak ini di dalam sistem hukum domestik maupun internasional, hak tersebut dipandang bukan sebagai hak-hak hukum (legal rights) melainkan sebagai hak-hak moral yang berlaku secara universal (universal moral rights).

Turunan-turunan Deklarasi Universal tidak hanya meliputi pernyataan hak asasi manusia di dalam banyak konstitusi nasional melainkan juga sejumlah perjanjian internasional tentang hak asasi. Yang pertama dan barangkali yang paling berarti adalah Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (European Convention on Human Rights). Konvensi yang dicetuskan di Dewan Eropa (European Council) pada 1950 ini menjadi sistem yang paling berhasil yang dibentuk demi penegakan hak asasi manusia. Konvensi ini menyebutkan hak-hak yang kurang lebih serupa dengan yang terdapat di dalam dua puluh satu pasal pertama Deklarasi Universal. Konvensi tersebut tidak memuat hak ekonomi dan hak sosial; hak-hak ini dialihkan ke dalam Perjanjian Sosial Eropa (European Social Covenant), dokumen yang mengikat para penandatangannya untuk mengangkat soal penyediaan berbagai tunjangan ekonomi dan sosial sebagai tujuan penting pemerintah.

Sejumlah kalangan mengusulkan agar suatu pernyataan hak asasi internasional di PBB hendaknya tidak berhenti menjadi sekadar suatu deklarasi melainkan juga tampil sebagai norma-norma yang didukung oleh prosedur penegakan yang mampu mengerahkan tekanan intemasional terhadap negara-negara yang melanggar hak asasi manusia secara besar-besaran. Rencana yang muncul di PBB adalah meneruskan Deklarasi Universal dengan perjanjian-perjanjian yang senada. Naskah Perjanjian Internasional (International Covenants) diajukan ke Majelis Umum guna mendapatkan persetujuan pada tahun 1953. Untuk menampung usulan mereka yang meyakini bahwa hak ekonomi dan hak sosial bukan merupakan hak asasi manusia yang sejati atau bahwa hak-hak tersebut tidak dapat diterapkan dalam cara yang sama dengan penerapan hak-hak sipil dan politik, dua perjanjian dirancang, yaitu Perjanjian Hak-hak Sipil dan Politik (Covenant on Civil and Political Rights) serta Perjanjian Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights).

Lantaran permusuhan dalam era Perang Dingin saat itu, dan tamatnya dukungan bagi perjanjian hak asasi manusia yang dibuat Amerika Serikat, gerakan yang didasarkan pada Perjanjian Internasional ditangguhkan dalam waktu yang lama. Perjanjian itu belum juga disetujui Majelis Umum sampai 1966. Selama tahun-tahun tersebut ketika Perjanjian itu tampaknya tak berpengharapan, PBB mengeluarkan sejumlah perjanjian hak asasi manusia yang lebih terbatas yang bersangkutan dengan topik-topik yang relatif tidak kontroversial seperti pemusnahan suku bangsa / genosid, perbudakan, pengungsi, orang-orang tanpa kewarganegaraan, serta diskirminasi. Perjanjian-perjanjian ini umumnya ditandatangani oleh sejumlah besar negara -- walau tidak ditandatangani oleh Amerika Serikat -- dan lewat mereka PBB mulai memetik sejumlah pengalaman untuk menjalankan perjanjian-perjanjian hak asasi manusia.

Pada selang waktu antara Deklarasi Universal yang terbit pada tahun 1948 dan persetujuan akhir Majelis Umum bagi Perjanjian Intemasional yang keluar pada tahun 1966, banyak negara Afrika dan Asia yang baru terbebas dari kekuasaan penjajah, memasuki PBB. Negara-negara ini umumnya bersedia mengikuti upaya berani untuk menegakkan hak asasi manusia, namun mereka memodifikasikannya guna mewakili kepentingan dan kebutuhan mereka sendiri: mengakhiri kolonialisme, mengutuk eksploitasi negara-negara Barat terhadap negara-negara sedang berkembang, serta menghancurkan apartheid dan diskriminasi rasial di Afrika Selatan. Perjanjian yang lahir pada tahun 1966 itu menyatakan kebutuhan-kebutuhan tersebut: keduanya berisi paragraf-paragraf yang serupa yang menegaskan hak setiap bangsa untuk menentukan nasib sendiri dan untuk mengontrol sumber-sumber alam mereka sendiri. Hak atas kekayaan pribadi dan atas ganti rugi untuk kekayaan yang diambil oleh negara, yang tercantum dalam Deklarasi Universal, dihapuskan dari Perjanjian itu.

Setelah persetujuan dari Majelis Umum keluar pada tahun 1966, Perjanjian itu memerlukan tanda tangan dari tiga puluh lima negara untuk diikat di dalam daftar para penandatangan. Negara ketiga puluh lima menerakan tandatangan pada tahun 1976, dan Perjanjian itu kini berlaku sebagai hukum internasional.

2. Ciri-Ciri Gagasan Hak Asasi Manusia Kontemporer

Kendati ide mutakhir hak asasi manusia dibentuk semasa Perang Dunia II, pengertian baru tersebut masih tetap menggunakan sejumlah gagasan umum tentang kebebasan, keadilan, dan hak-hak individu. Tidak begitu keliru untuk memandang naik daunnya kosakata hak asasi manusia belakangan ini sebagai penyebarluasan gagasan lama belaka. Gagasan bahwa hukum kodrat atau hukum dari Tuhan mengikat semua orang dan mengharuskan adanya perlakuan yang layak adalah soal kuno, dan gagasan ini erat terkait dengan gagasan tentang hak kodrati di dalam tulisan-tulisan para teroretisi seperti Locke dan Jefferson maupun di dalam deklarasi hak seperti Deklarasi Hak Manusia dan Hak Warga Negara (Declaration of the Rights of Man and the Citizen) di Perancis dan Pernyataan Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat (Bill of Rights). Gagasan bahwa hak-hak individu berhadapan dengan pemerintah bukanlah hal baru, dan orang dapat mengatakan bahwa gagasan hak asasi manusia yang ada saat ini hanya merupakan pengembangan konsep ini.

Namun kalau kita menganggap bahwa Deklarasi Universal dan Perjanjian Internasional secara umum mewakili pandangan kontemporer mengenai hak asasi manusia, meskipun dapat mengatakan bahwa pandangan tentang hak asasi manusia saat ini memiliki tiga perbedaan dibanding konsepsi-konsepsi sebelumnya, terutama yang berlaku pada abad kedelapan belas. Hak asasi manusia yang ada saat ini bersifat lebih egalitarian, kurang individualistis, dan memiliki fokus intemasional.

Egaliterianisme

Egaliterianisme dalam dokumen-dokumen hak asasi manusia saat ini terlihat jelas, pertama, dalam tekanannya pada perlindungan dari diskriminasi, maupun pada kesamaan di hadapan hukum. Meski manifesto-manifesto hak asasi manusia yang lahir pada abad kedelapan belas terkadang juga mencanangkan kesederajatan di depan hukum, perlindungan dari diskriminasi merupakan perkembangan yang baru muncul pada abad kesembilan belas dan kedua puluh. Kemenangan atas perbudakan datang pada abad kesembilan belas, namun perjuangan melawan sikap-sikap dan praktek-praktek yang bersifat rasis merupakan perjuangan sentral yang lahir pada abad kita. Tuntutan akan persamaan bagi perempuan di seluruh bidang kehidupan juga baru saja ditempatkan di dalam agenda hak asasi manusia.

Kedua, egalitarianisme yang terdapat dalam dokumen-dokumen hak asasi manusia kontemporer dapat dilihat dalam pencantuman hak kesejahteraan. Konsepsi-konsepsi hak politik terdahulu biasanya memandang fungsi hak politik adalah untuk menjaga agar pemerintah tidak mengganggu rakyat. Penyalah gunaan kekuasaan politik dinilai sebagai soal pelanggaran pemerintah untuk melakukan sesuatu yang seharusnya tidak mereka lakukan, dan bukan merupakan soal kegagalan pemerintah untuk melakukan sesuatu yang seharusnya mereka lakukan. Kewajiban-kewajiban yang lahir dari hak-hak ini sebagian besar adalah kewajiban negatif (negative duties) -- yaitu kewajiban-kewajiban untuk menahan diri, atau kewajiban untuk tidak melakukan sesuatu. Kewajiban positif (positive duties) sebagian besar ditemukan dalam kewajiban pemerintah untuk melindungi hak-hak rakyat dari gangguan internal dan eksternal.

Hak atas perlindungan hukum (hak atas sidang pengadilan yang adil, kebebasan dari penangkapan sewenang-wenang, kebebasan dari penganiayaan dan dari hukuman kejam) dipandang sebagai penangkal bagi penyalah gunaan sistem hukum. Penyalahgunaan-penyalahgunaan sistem hukum ini mencakup manipulasi sistem hukum untuk menguntungkan sekutu serta merugikan musuh penguasa, memenjarakan lawan politik, dan memerintah lewat teror.

Hak atas privasi (kehidupan pribadi) dan otonomi (kebebasan dari intervensi terhadap rumah tangga dan korespondensi, kebebasan bergerak, kebebasan memilih tempat tinggal dan lapangan pekerjaan, serta kebebasan berkumpul atau berserikat) dilihat sebagai penangkal bagi intervensi terhadap wilayah pribadi, yang meliputi upaya pemerintah untuk mengawasi bidang kehidupan yang paling pribadi dan untuk mengontrol orang dengan membatasi di mana mereka boleh tinggal, bekerja, dan bepergian.

Hak atas partisipasi politik (hak atas kebebasan berekspresi, atas pengajuan petisi kepada pemerintah, atas pemberian suara, dan atas pencalonan diri untuk jabatan pemerintahan) dinilai sebagai penangkal bagi penyalahgunaan yang berupa upaya untuk menafikan keluhan, menekan perbedaan pendapat dan oposisi, melumpuhkan pembentukan golongan pemilih yang terdidik, serta memanipulasi sistem pemilihan umum guna mempertahankan kekuasaan. Pencegahan berbagai penyalahgunaan ini terutama mengharuskan pemerintah untuk membiarkan rakyatnya bergerak leluasa. Namun lebih dari itu, pemenuhan hak-hak ini mengharuskan adanya pemberian keuntungan positif seperti sidang pengadilan yang adil, pemilihan umum yang bebas, dan perlindungan dari pelanggaran yang dilakukan oleh polisi dan pegawai pemerintah lainnya.

Tetapi sebagaimana yang sering ditunjukkan oleh Marx dan kaum sosialis lainnya, sekalipun pemerintah dibatasi agar tidak melakukan penyalahgunaan yang baru didaftar tersebut, namun problem sosial dan ekonomi seperti perbudakan, kemiskinan, kebodohan, penyakit, diskriminasi, dan eksploitasi ekonomi tidak bakal bergeming karenanya. Jadi sejak tampilnya Marx, gerakan bagi perubahan sosial mulai menaruh kepedulian besar terhadap masalah-masalah sosial dan ekonomi ini, maupun terhadap pelanggaran hak-hak politik. Hasilnya adalah upaya untuk memperluas lingkup kosakata hak dengan memasukkan problem-problem tersebut ke dalam agenda hak asasi manusia.

Sarana untuk menyalurkan pelayanan-pelayanan yang dituntut oleh hak-hak ini adalah negara kesejahteraan modern, suatu sistem politik yang menggunakan kewenangan perpajakannya atau kontrol ekonominya untuk mengumpulkan sumber-sumber yang dibutuhkan guna memasok pelayanan-pelayanan kesejahteraan yang esensial bagi seluruh penduduk yang memerlukannya. Kalangan Marxis dan sosialis tidak sendirian dalam upaya pengembangan hak-hak kesejahteraan: "empat kebebasan" dari Roosevelt, misalnya, juga mencakup kebebasan dari hidup berkekurangan.

Rupanya terkandung tiga keyakinan dalam perkembangan tersebut, di mana problem-problem sosial dan ekonomi mulai dilihat sebagai problem-problem yang harus dipecahkan pemerintah dan karenanya, jika tetap tak terpecahkan juga, dipandang sebagai pelanggaran hak-hak politik. Salah satu dari keyakinan ini adalah bahwa kemiskinan; eksploitasi, dan diskriminasi merupakan ancaman bagi kesejahteraan dan martabat manusia, yang sama seriusnya dengan pelanggaran secara sengaja terhadap hak-hak politik tradisional.

Keyakinan kedua adalah bahwa penderitaan manusia dan ketimpangan yang parah bukan merupakan hal yang tak terhindarkan, melainkan merupakan hasil yang lahir dari kondisi sosial, politik dan ekonomi yang dapat diubah sehingga dapat dikenai kontrol moral atau politik. Salah satu dasar bagi pandangan optimis ini adalah tingginya tingkat kemakmuran yang dapat dicapai di Eropa, Amerika Utara, Jepang dan Australia serta kemunculan sistem yang secara politis efektif untuk memberlakukan hak-hak kesejahteraan di negara-negara ini.

Keyakinan terakhir adalah bahwa sistem politik, ekonomi, dan sosial benar-benar tidak dapat dipisahkan -- atau bahwa kekuasaan pemerintah sering diperalat untuk menciptakandan mempertahankan institusi-institusi ekonomi dan sosial yang menguntungkan kelompok-kelompok tertentu. Andaikata pemerintah ikut mendukung suatu sistem ekonomi yang memberikan kekayaan berlimpah bagi segelintir orang dan sebaliknya membiarkan sejumlah besar orang berada dalam kesengsaraan, dan andaikata sistem semacam itu sebenarnya bukannya tak terhindarkan dan sebaliknya dapat digantikan oleh sistem yang jauh lebih mendukung bagi kesejahteraan dan martabat setiap orang, masuk akal tampaknya bila pemerintah dapat dituduh atas keterlibatannya dalam kejahatan-kejahatan yang lahir dari sistem yang ada. Karena keyakinan-keyakinan ini sudah mulai meluas, pemerintah dibebani tugas untuk menyediakan perbaikan-perbaikan lewat pemanfaatan sumberdaya dan kewenangan redistributifnya.

Reduksi Individualisme

Manifesto-manifesto hak yang mutakhir telah melunakkan individualisme dalam teori-teori klasik mengenai hak-hak kodrati. Dokumen-dokumen baru memandang manusia sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat, bukan sebagai individu yang terisolasi yang musti mengajukan alasan-alasan terlebih dulu agar dapat memasuki masyarakat sipil. Deklarasi Universal, misalnya, menyatakan bahwa "Keluarga merupakan unit kelompok masyarakat yang alami dan mendasar, dan berhak atas perlindungan dari masyarakat maupun Negara." Dalam Perjanjian Internasional, hak-hak kelompok telah dimasukkan di dalam kerangka hak asasi manusia dengan memberikan tempat terhormat bagi hak setiap bangsa untuk menentukan nasib sendiri dan untuk mengontrol sumber-sumber alam mereka.

Selanjutnya, hak asasi manusia tidak lagi erat dikaitkan dengan teori kontrak sosial, meski John Bawls telah mencoba untuk membangun kembali kaitan ini. Di dalam dokumen-dokumen mutakhir hak asasi manusia hanya terdapat sedikit acuan pada dasar-dasar filosofis. Upaya-upaya selepas perang untuk merumuskan norma-norma hak asasi manusia internasional telah mengarah pada perpecahan filosofis dan ideologis yang tak dapat dipulihkan kembali. Dalam upaya menghimpun dukungan sebanyak mungkin untuk gerakan hak asasi manusia, landasan filosofis bagi hak asasi manusia sayangnya dibiarkan tak terumuskan.

3. Hak-Hak Internasional

Perbedaan ketiga antara hak asasi manusia yang berlaku sekarang dan hak-hak kodrati pada abad kedelapan belas adalah bahwa hak asasi manusia telah mengalami proses internasionalisasi. Hak-hak ini tidak hanya diwajibkan secara internasional -- sesuatu yang bukan merupakan hal baru -- melainkan saat ini hak tersebut juga dipandang sebagai sasaran yang layak bagi aksi dan keprihatinan internasional. Meski hak kodrati pada abad kedelapan belas juga sudah dilihat sebagai hak bagi semua orang, hak-hak ini lebih sering berlaku sebagai kriteria untuk membenarkan pemberontakan melawan pemerintah yang ada, ketimbang sebagai standar-standar yang bila dilanggar oleh pemerintah akan dapat membenarkan adanya pemeriksaan dan penerapan tekanan diplomatik serta tekanan ekonomi oleh organisasi-organisasi internasional. Kendati negara tetap berkehendak mempertahankan kedaulatannya dan ingin mencegah kalangan luar agar tidak melakukan campur tangan ke dalam urusan-urusan mereka, prinsip bahwa pemeriksaan internasional dan sanksi nonmiliter dapat dibenarkan dalam kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia berskala besar, kini memiliki kedudukan yang mantap.

Saat ini sistem paling efektif bagi penegakan internasional terhadap hak asasi manusia ditemukan di Eropa Barat, yakni di dalam Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (European Convention on Human Rights). Konvensi ini memberikan sebuah pernyataan hak asasi manusia, Komisi Hak Asasi (Human Rights Commission) untuk memeriksa keluhan-keluhan, dan Mahkamah Hak Asasi Manusia (Human Rights Court) untuk menangani persoalan-persoalan interpretasi. Setiap negara yang meratifikasi Konvensi Eropa harus mengakui kewenangan Komisi Hak Asasi Manusia untuk menerima, memeriksa, dan menengahi keluhan-keluhan dari negara-negara anggota lainnya tentang pelanggaran hak asasi manusia. Pertanggungjawaban terhadap keluhan-keluhan yang diajukan oleh individu bersifat pilihan, sebagaimana prosedur untuk merujukkan seluruh persoalan yang tidak dapat dipecahkan oleh komisi itu kepada Mahkamah Hak Asasi Manusia.

Komisi Hak Asasi Manusia, yang menerima beratus-ratus keluhan setiap tahun mempelajari apakah keluhan itu dapat diterima, serta memeriksa dan menengahi keluhan yang memang dapat diterima. Negosiasi yang didasari oleh semangat persahabatan dengan pihak-pihak yang terlibat merupakan prosedur standar, namun bila ini gagal, suatu perkara dapat diajukan ke Mahkamah Hak Asasi Manusia atau ke Komite Menteri (Committee of Ministers) di Dewan Eropa. Komisi dan Mahkamah hak asasi manusia itu saat ini sudah menangani banyak kasus serta telah menyusun kerangka prosedur dan peraturan yang cukup banyak. Secara umum mereka telah maju dengan sangat hati-hati, namun kehati-hatian ini telah dihargai lewat kepercayaan negara-negara anggotanya terhadap integritas sistem ini dan oleh kesediaan terus-menerus dari badan-badan tersebut untuk menerima pembatasan kedaulatan yang disyaratkan oleh sistem ini.

Perjanjian Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights), yang dibentuk di PBB, juga menyediakan prosedur -- meski lebih lemah ketimbang prosedur dalam Konvensi Eropa -- bagi perlindungan internasional terhadap hak asasi manusia. Perjanjian ini menciptakan Komite Hak Asasi Manusia (Human Rights Committee) untuk mengawasi kepatuhan, sebuah Komite dengan tiga fungsi pokok. Fungsi pertama adalah untuk mengkaji laporan-laporan dari negara-negara yang tunduk pada Perjanjian itu yang disyaratkan guna menyampaikan "langkah-langkah yang telah mereka ambil yang memberikan pengaruh pada hak-hak yang diakui disini dan mengenai kemajuan-kemajuan yang dibuat dalam pemenuhan hak-hak ini".

Fungsi kedua adalah untuk menerima, mempertimbangkan, dan menengahi keluhan dari suatu anggota bahwa anggota lainnya melanggar ketentuan-ketentuan Perjanjian tersebut. Suatu negara berkedudukan rawan di hadapan tuntutan-tuntutan semacam itu hanya jika ia menerima kewenangan komite itu untuk menerima keluhan. Hanya enam belas dari delapan puluh negara yang sudah meratifikasi perjanjian itu yang bersedia bertanggung jawab terhadap keluhan-keluhan yang diajukan ke Komite. Fungsi ketiga Komite ini adalah untuk menerima, mempertimbangkan dan menengahi keluhan-keluhan dari individu-individu yang berdiam di negara yang melanggar kewajiban-kewajibannya. Protokol yang bersifat pilihan yang menunjukkan kesediaan Komite Hak Asasi Manusia untuk menerima keluhan-keluhan individual semacam itu telah mendapatkan tanda tangan yang cukup untuk dapat diberlakukan. Masih harus dilihat seberapa efektif Komite ini menegakkan norma-norma Perjanjian tersebut, namun jelas bahwa hanya sedikit, jikalau memang ada, sanksi berat yang ditetapkannya.

Sistem perlindungan hak asasi manusia serupa itu adadi dalam OAS (Organization of American States / Organisasi Negara-Negara Amerika). Komisi Inter-Amerika untuk Hak Asasi Manusia (Inter-American Commission on Human Rights) didirikan pada 1959 dan menjadi organ resmi OAS pada tahun 1970. Komisi ini memainkan peran penting dalam usaha untuk menyelidiki serta membeberkan pelanggaran hak di Amerika Latin sepanjang dekade tujuh puluhan. Pada 1969 Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia (American Convention on Human Rights) disahkan lewat sebuah konferensi khusus yang disponsori OAS.

Konvensi Amerika memperoleh ratifikasi yang cukupuntuk mulai diberlakukan pada tahun 1978. Konvensi ini melahirkan dua institusi, Komisi Inter-Amerika untuk Hak Asasi Manusia dan Mahkamah Inter-Amerika untuk Hak Asasi Manusia (Inter-American Court of Human Rights). Komisi ini merupakan pengganti bagi komisi yang pernah dibentuk pada 1959 dan komisi ini berpijak pada piagam OAS maupun pada konvensi tersebut. Ini menggabungkan peranan pendahulunya dengan fungsi-fungsi yang diberikan konvensi itu. Mahkamah tersebut menyelenggarakan pertemuan pertamanya pada 1979 dan sejak itu sudah mengeluarkan sejumlah pendapat yang bersifat Saran.

Pada Maret 1986 Mahkamah ini menerima kasus litigasi pertamanya. Mahkamah ini terdiri dari tujuh hakim, yang dipilih oleh negara-negara yang telah meratifikasi konvensi itu. Meski sistem Inter-Amerika mirip dengan sistem Eropa dalam banyak hal, konteks sosial dan politik bagi pengoperasiannya sama sekali berbeda. Apalagi, problem hak asasi manusia yang dihadapinya jauh lebih berat. Berdasarkan alasan-alasan- ini, evolusinya bakal menarik untuk disimak. Di Afrika, OAU (Organization of African Unity / Organisasi Persatuan Afrika) baru-baru ini mengesahkan Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Hak Rakyat (African Charter on Human and Peoples' Rights). Namun, Di Timur Tengah dan di Asia, institusi-institusi regional yang dibentuk bagi pengembangan hak asasi manusia belum muncul sama sekali.

Pembangunan HAM

Dalam perkembangan penegakan hokum sepanjang masa pemerintahan Indonesia orde lama dan khususnya orde baru banyak kasus hokum menunjukan gejala kian dalamnya pengaruh kekuasaan terhadap lembaga peradilan dan aparat penegak hukum. Masyarakat hampir setiap saat mempersoalkan mental dan etika aparat penegak hukum dengan terjadinya perlakuan tidak manusiawi (Pelanggaran HAM). Banyak keputusan peradilan bertentangan dengan perasaan keadilan masyarakat, seperti kasus kerusuhan 27 Juli 1996, kasus santet Banyuwangi, penembakan mahasiswa di Universitas Trisakti, Semanggi berdarah, Ambon, Ketapang, Sambas, kasus kekayaan mantan Presiden Soeharto, dan lain-lain sebagainya.

Hak asasi manusia memang menjadi pendorong yang penting untuk selalu merenungkan, apakah hukum yang dijalankan ini cukup memperhatikan martabat dan keselamatan manusia secara substansial. Hal ini sesuai dengan pandangan UNDP tentang keamanan manusia meliputi keamanan ekonomi, kemanan lingkungan, keamanan kesehatan, keamanan individu , keamanan pangan, keamanan politik serta keamanan kebudayaan. Dlam cakupan konsep keamanan yang sedemikian komperhensif, hak asasi manusia tidak saja mendapat tempat yang aman dan terhormat. Penegakkannya secara penuh harus dipandang sebagai bagian dari faktor-faktor yang turut memperkuat keamanan nasional. Negara yang bekerja dengan konsep keamanan ini dengan sendirinya menegakkan keamanan sendiri.

Pandangan UNDP tentang keamanan ekonomi, yaitu kemakmuran sebagai landasa penegakkan HAM dan kemanan manusia. Dinegara yang pelaksanaan HAM yang kurang menggembirakan, rakyat selalu berada di bawah garis kemiskinan yang sulit menikmati hidup, apalagi menikmati hak asasinya. Dengan membengkakkan jumlah rakyat Indonesia yang merosot ke bawah garis kemiskinan sebagai akibat krisis moneter, maka semakin besar jumlah rakyat yang rentan terhadap pelanggaran HAM.

Penegakkan hak asasi manusia, khususnya untuk menyatakan apa yang dianggap benar, seharusnya menjamin bahwa kemakmuran yang diperoleh oleh suatu negara secara nyata di mana rakyat kecil dapat menikmatinya. Bagaimanakah usaha merealisasikan perjuangan menegakkan HAM untuk meningkatkan kemakmuran rakyat secara merata? Apabila kita memperhatikan peranan kampus sebagaimana diuraikan di atas jelas peranan kampus memiliki peranan yang sangat besar. Kampus melalui kajian ilmiah, mimbar akademik yang bebas, budaya akademik, dan berpikir rasioanal objektif dengan menggunakan metodologi ilmiah dalam kerangka pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, akan mempunyai peluang yang sangat besar unutk berperan serta sebagai kekuatan moral untuk mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Berikut ini kasus-kasus tentang Hak Asasi Manusia

Kasus Pembunuhan Munir

Munir Said Thalib lahir di Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965 dan meninggal di pesawat Garuda dari Jakarta jurusan ke Amsterdam, pada tanggal 7 September 2004. Pria keturunan Arab ini adalah seorang aktivis HAM Indonesia dan jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial.

Saat menjabat Koordinator Kontras namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus. Setelah Soeharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota tim Mawar.

Tiga jam setelah pesawat GA-974 take off dari Singapura, awak kabin melaporkan kepada pilot Pantun Matondang bahwa seorang penumpang bernama Munir yang duduk di kursi nomor 40 G menderita sakit. Munir bolak balik ke toilet. Pilot meminta awak kabin untuk terus memonitor kondisi Munir. Munir pun dipindahkan duduk di sebelah seorang penumpang yang kebetulan berprofesi dokter yang juga berusaha menolongnya. Penerbangan menuju Amsterdam menempuh waktu 12 jam. Namun dua jam sebelum mendarat 7 September 2004, pukul 08.10 waktu Amsterdam di bandara Schipol Amsterdam, saat diperiksa, Munir telah meninggal dunia.

Pada tanggal 12 November 2004 dikeluarkan kabar bahwa polisi Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah otopsi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh polisi Indonesia. Belum diketahui siapa yang telah meracuni Munir, meskipun ada yang menduga bahwa oknum-oknum tertentu memang ingin menyingkirkannya.

Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut. Selain itu Presiden Susilo juga membentuk tim investigasi independen, namun hasil penyelidikan tim tersebut tidak pernah diterbitkan ke publik.

Untuk memperingati satu tahun kepergian Munir, diluncurkan film dokumenter karya Ratrikala Bhre Aditya dengan judul Bunga Dibakar di Goethe-Institut, Jakarta Pusat, 8 September 2005. Film ini menceritakan perjalanan hidup Munir sebagai seorang suami, ayah, dan teman. Munir digambarkan sosok yang suka bercanda dan sangat mencintai istri dan kedua anaknya. Masa kecil Munir yang suka berkelahi layaknya anak-anak lain dan tidak pernah menjadi juara kelas juga ditampilkan. Munir dibunuh di era demokrasi dan keterbukaan serta harapan akan hadirnya sebuah Indonesia yang dia cita-citakan mulai berkembang. Semangat inilah yang ingin diungkapkan lewat film ini. Sebuah film dokumenter lain juga telah dibuat, berjudul Garuda's Deadly Upgrade hasil kerja sama antara Dateline (SBS TV Australia) dan Off Stream Productions.

Pada peringatan tahun kedua, 7 September 2006, di Tugu Proklamasi diluncurkan film dokumenter berjudul "His Strory". Film ini bercerita tentang proses persidangan Pollycarpus dan fakta-fakta yang terungkap di pengadilan. Sejak 2005, tanggal kematian Munir 7 September, oleh para aktivis HAM dicanangkan sebagai Hari Pembela HAM Indonesia.

Kerusuhan Mei 1998

Kita harus mengenang kembali ke tahun 1998 maka kita akan berpikir berapa banyak manusia Indonesia yang masih berpikir tentang besarnya pengorbanan bangsa dan negara. Bayangkan saja ibu kota negara hancur lebur karena kerusuhan terbesar abad 20 yang diduga telah dirancang sebelumnya, dilanjutkan dengan pertempuran yang terjadi adalah antara mahasiswa tambah sebagian warga negara melawan tentara tambah polisi huru hara dan Brimob tambah Pamswakarsa ciptaan Wiranto.

Dalam peristiwa itu terjadi Kemarahan masyarakat terhadap kebrutalan aparat keamanan dalam peristiwa Trisakti dialihkan kepada orang Indonesia sendiri yang keturunan, terutama keturunan Cina. Betapa amuk massa itu sangat menyeramkan dan terjadi sepanjang siang dan malam hari mulai pada malam hari tanggal 12 Mei dan semakin parah pada tanggal 13 Mei siang hari setelah disampaikan kepada masyarakat secara resmi melalui berita mengenai gugurnya mahasiswa tertembak aparat.

Sampai tanggal 15 Mei 1998 di Jakarta dan banyak kota besar lainnya di Indonesia terjadi kerusuhan besar tak terkendali mengakibatkan ribuan gedung, toko maupun rumah di kota-kota Indonesia hancur lebur dirusak dan dibakar massa. Sebagian mahasiswa mencoba menenangkan masyarakat namun tidak dapat mengendalikan banyaknya massa yang marah.

Setelah kerusuhan, yang merupakan terbesar sepanjang sejarah bangsa Indonesia pada abad ke 20, yang tinggal hanyalah duka, penderitaan, dan penyesalan. Bangsa ini telah menjadi bodoh dengan seketika karena kerugian material sudah tak terhitung lagi padahal bangsa ini sedang mengalami kesulitan ekonomi. Belum lagi kerugian jiwa di mana korban yang meninggal saat kerusuhan mencapai ribuan jiwa. Mereka meninggal karena terjebak dalam kebakaran di gedung-gedung dan juga rumah yang dibakar oleh massa. Ada pula yang psikologisnya menjadi terganggu karena peristiwa pembakaran, penganiayaan, pemerkosaan terhadap etnis Cina maupun yang terpaksa kehilangan anggota keluarganya saat kerusuhan terjadi. Sangat mahal biaya yang ditanggung oleh bangsa ini.

Akhirnya dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk menyelidiki masalah ini karena saat itu Indonesia benar-benar menjadi sasaran kemarahan dunia karena peristiwa memalukan dengan adanya kejadian pemerkosaan dan tindakan rasialisme yang mengikuti peristiwa gugurnya Pahlawan Reformasi. Demonstrasi terjadi di kota-kota besar dunia mengecam kebrutalan para perusuh. Akhirnya untuk meredam kemarahan dunia luar negri TGPF mengeluarkan pernyataan resmi yang menyatakan bahwa adalah benar terjadi peristiwa pemerkosaan terhadap wanita etnis minoritas yang mencapai hampir seratus orang dan juga penganiayaan maupun pembunuhan oleh sekelompok orang yang diduga telah dilatih dan digerakkan secara serentak oleh suatu kelompok terselubung. Sampai saat ini tidak ada tindak lanjut untuk membuktikan kelompok mana yang menggerakkan kerusuhan itu walau diindikasikan keterlibatan personel dengan postur mirip militer dalam peristiwa itu.

Mahasiswa yang menjadi korban dalam peristiwa Mei 1998

  • Dortheys Hiyo Eluaway
    Tokoh pembela masyarakat Papua, Irian Jaya
    Meninggal dibunuh pada tanggal 11 November 2001, seusai menghadiri peringatan hari Pahlawan Nasional
  • Muhammad Yusuf Rizal
    Mahasiswa FISIP angkatan 1997 Universitas Lampung, Lampung
    Gugur tertembak di depan markas Koramil Kedaton, Lampung, pada tanggal 28 September 1999 saat melakukan unjuk rasa menentang penerapan UU PKB
  • Yun Hap
    Mahasiswa Universitas Indonesia, Jakarta
    Gugur dalam peritiwa Tragedi Semanggi II pada tanggal 23 September 1999
  • Bernardus R Norma Irmawan
    Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya, Jakarta
    Gugur dalam peristiwa Tragedi Semanggi pada tanggal 13 November 1998
  • Engkus Kusnadi
    Mahasiswa Universitas Jakarta
    Gugur setelah Tragedi Semanggi pada tanggal 13 November 1998
  • Heru Sudibyo
    Mahasiswa penyesuaian semester VII Universitas Terbuka, Jakarta
    Gugur setelah Tragedi Semanggi pada tanggal 13 November 1998
  • Lukman Firdaus
    Pelajar Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 3 Ciledug, Tangerang
    Gugur setelah memperkuat barisan mahasiswa proreformasi di Jakarta, pada hari Kamis tanggal 12 November 1998 ia terluka berat dan meninggal dunia beberapa hari kemudian
  • Sigit Prasetyo
    Mahasiswa Teknik Sipil YAI Jakarta
    Gugur dalam peristiwa Tragedi Semanggi pada tanggal 13 November 1998
  • Teddy Wardani Kusuma
    Mahasiswa Fakultas Teknik Mesin Institut Teknologi Indonesia, Serpong
    Gugur dalam Tragedi Semanggi pada tanggal 13 November 1998
  • Elang Mulya
    Mahasiswa Trisakti, Jakarta
    Gugur dalam Tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998
  • Hafidin Royan
    Mahasiswa Trisakti, Jakarta
    Gugur dalam Tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998

Hendriawan Sie
Mahasiswa Trisakti, Jakarta
Gugur dalam Tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998
.

· Hery Hartanto
Mahasiswa Trisakti, Jakarta
Gugur dalam Tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998

Pelanggaran Hak Asasi Manusia oleh polisi di Ngaba, Tibet

(Mediainfo-online)CINA – Berbagai organisasi HAM telah merilis foto-foto orang Tibet yang dikatakan ditembak dan dibunuh oleh pasukan keamanan di provinsi Sichuan, Cina Barat. Pusat HAM dan demokrasi Tibet berbasis di India dan berbagai organisasi aktivis lainnya, hari Selasa(18/03) mengatakan setidaknya 15 orang terbunuh ketika polisi menumpas demonstrasi yang dipimpin oleh para biksu di Ngaba.

Pusat HAM dan demokrasi itu serta pemerintah Tibet di pengasingan berbasis di India melaporkan tentang demonstrasi pro-demokrasi lagi di Qinghai,Gansu dan SICHUAN hari Selasa dan di daerah otonomi Tibet. Laporan-laporan mengenai insiden itu tidak diberitakan dalam media Cina dan pihak berwenang Cina tidak mengizinkan wartawan asing mengkonfirmasi rincian aksi protes itu.

Pemerintah di pengangsian itu mengatakan setidaknya 99 orang terbunuh dalam keresahan sepekan ini, termasuk 19 orang Tibet yang ditembak mati oleh pasukan keamanan hari Selasa dalam berbagai aksi-demo yang baru di provinsi Gansu.

Sementara itu, organisasi hak media internasional, Reporter Without Borders, mendesak pejabat-pejabat politik supaya memboikot upacara pembukaan Olimpiade Beijing untuk memprotes penumpasan para demonstran oleh Cina di Tibet.

Dalam pernyataan yang dikeluarkan hari Selasa, organisasi berbasis di Paris itu menuduh Cina memungkiri janji yang dibuatnya ketika negara itu dipilih menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas. Pada waktu itu, pejabat-pejabat di Beijing berjanji untuk memperbaiki keadaan HAM.

Sebaliknya kata organisasi itu, Cina menumpas demonstran Tibet, memberlakukan “Blackout” berita dan memenjarakan para disiden. Seorang anggota tertinggi parlemen Eropa hari Selasa menganjurkan para pemimpin politik supaya mempertimbangkan untuk memboikot upacara pembukaan jika kekerasan di Tibet berlanjut.

Di Washington, seorang pejabat tinggi Departemen Luar Negeri memberitahu Kongres bahwa tidak ada ancaman boikot dari pihak Amerika. Pejabat itu mengatakan Olimpiade adalah kesempatan bagi Cina untuk menunjukkan kemajuannya di bidang HAM dan berbagai isu lain.


PENUTUP

l KESIMPULAN

Hak asasi adalah hak yang paling utama dan mendasar di dalam kehidupan manusia dan menjadi salah satu hal yamg sangat vital yang harus di hargai oleh sesama manusia. Hak asasi harus di perjuangkan dan hak asasi menjadi hal yang harus dihargai. Jika hak asasi mulai tidak dihargai maka hal tersebut akan menimbulkan dampak yang sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kekacauan.

l KRITIK & SARAN

Makalah ini masih jauh dari sempurna dan kami berharap makalah ini akan menjadi suatu sumber yang dapat dipakai untuk menambah pengetahuan yang ada.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar